Jul 27, 2016

KMMI 3



Islam membawa sebuah perubahan dan kemajuan besar bagi jiwa dan bangsa yang dikuasainya, menghantarkan pada satu kemuliaan dan ketinggian karakter yang dibangun atas keilmuan dan pencapaian berpikir.
            Ditengarai melalui proses globalisasi bahasa dalam komunikasi, tulisan dan simbol yang menjadi hal paling utama yang dibawa oleh Peradaban Islam untuk membentuk pemikiran dan jiwa pada struktur konsep Islam.      
Islam telah memberikan model kehidupan modern yang eksis yang dapat kita lihat sebagaimana terakhir di Turky, dengan berbagai disiplin keilmuan, penemuan, dan arsitek yang kala itu telah mampu mengungkap berbagai fenomena alam dan pemanfaatannya, sebagaimana peta yang membuat mereka dapat menguasai berbagai jalur dan wilayah untuk perdagangan dan ilmu falaq yang diakuiketepatannya untuk mampu mencari kedudukan bulan. Bahkan pada masa Umayyah dan puncaknya Abbasiyah merupakan kemajuan terbesar dalam keilmuan dan penemuan Islam.
            Selanjutnya mulai terjadi pengasingan bahasa dan simbol Islam dalam ranah kehidupan akibat kolonialisasi dan hegemoni Peradaban Barat yang menguasai negeri-negeri Muslim dalam perspektifnya, yang juga disertai konflik dalam diri Kekhilafahan, sebagaimana di Turki, Prof. Dr. Zainy Uthman mengungkap “Pemuda Turki tidak mengakui adanya tulisan utama Turki dalam bahasa Arab”.
            Di alam Melayu sendiri telah dilakukan berbagai upaya untuk membuktikan dan mengembalikan konsep Melayu yang telah dikenal dari awalnya sebagai Islam, yang berbudaya Islam, mengamalkan Islam dalam peranan dan hikayatnya. Prof. Dr. Zainy Uthman kemudian menunjukkan kepada peserta beberapa bukti batu Trengganu yang bertuliskan tulisan arab dengan bahaya Melayu pada tahun 1303 M dan juga berbagai karya tokoh Muslim Melayu, yang relevansi dan mengekspresikan kedatangan Islam di alam Melayu jauh sebelum yang diakui Barat dalam dimensi historis.
            Kedatangan Islam dalam sebuah wilayah baru, memberikan manifestasi besar yang tidak berarti mengubah segala halnya secara fisik, tapi yang fundamental adalah meletakkannya pada worldviewIslam, asas aqidah Islam dan pemikirannya. ”Masjid di Cina tidak ditentukan harus berkubah seperti Hayya Sophia, tapi masih seperti Kuil”ujarnya.
            Demikian yang disampaikan oleh Prof. Dr. Zainy Uthman pada sesi awal materi yang telah dimulai pada pukul 08.00 wib tentang `Islam di Wilayah Melayu Indonesia: Perpektif Historis`.
Pada sesi kedua M Nizam Mashar dan Hendri Saparini, Ph.D menjelaskan `Case Study: Cabaran Ekonomi Serantau`.
BeliauHendri Saparini, Ph.D seorang pakar ekonomi Indonesia lulusan Jepang, mengungkapkan akan realitas dimensi ekonomi mutakhir yang sedang dihadapkan khususnya di Indonesia dan Malaysia dengan membawa berbagai polemik, akibat sistem ekonomi kapitalis yang mendominasi dan berperan membuat kebebasan ekonomi yang kebablasan untuk mengeruk berbagai kekayaan dan keuntungan, dari kebijakan syarikat atau korporasi transnasional dan pilihanpemerintahan.
Realitas yang menjustifikasikan akan kelemahan kedua negara tersebut yang terbawa untuk tidak saling menguatkan, dan justru melahap berbagai kepentingan besar yang telah diketahui memberi dampak negatif yang lebih besar, sebagaimana beliau katakan “ Karena kita lebih banyak berkompetisi dibanding berkooperatif” yang juga sebelumnya telah diamini oleh M Nizam Mashar, ketika beliau menjelaskan berbagai pengaruh dan konsep ekonomi yang beberapa dekade telah berlangsung.
“Bila Indonesia tidak maju, bagaimana Malaysia bisa maju” Tambahnya, akan pentingnya kerjasama yang harus dibangun bersama.
Dan dalam statemennya,hal yang paling integral untuk integrasi kemajuan ekonomi Serantau adalah masalah kepemimpinan, yang seharusnya menjadi benteng dan menentukan, “Tergantung dari model kepemimpinan disetiap negeri” tandasnya.
Dua sesi materi yang telah diberikan pada hari keempat pada kegiatan `Kepemimpinan Muslim Muda Indonesia-Malaysia` yang diselenggarakan oleh Universitas Ibnu Kaldun Bogor (UIKA) bersama Sekretariat Transformasi Serantau (STS) dan Center for Advanced Studies on Islam (CASIS) Malaysia, yang telah banyak memberikan asupan nutrisi dan gizi untuk peserta dari dua negara bisa semakin dapat menyatukan diri.
            Pada sesi materi ketiga, berlangsung mulai pukul 14.00 hingga 16.00 di ruang Gardenia MB IPB oleh Dr. Adian Husaini dan Dr. M. Zaidi Ismail.
Dr. Mohd Dedy Ismail memulai dengan menjelaskan bagaimana seharusnya paradigma berpikir yang dimiliki oleh seorang Muslim, untuk menghalau berbagai pemikiran-pemikiran khususnya yang merusak aqidah Islam.
Ungkapnya “Islam tidak tunduk pada budaya dan zaman, tapi Islam telah melampaui semuanya, dan Islam telah lahir dalam keadaan dewasa”.
Kemudian Dr. Adian Husaini menambahkan dan menunjukkan  bagaimana realitas aktual yang terjadi di dunia khususnya Indonesia, melalui tokoh-tokoh liberal dan lembaganya.
Pemahaman yang saat ini rentan dan tidak disadari telah merusak pola pikir dan worldview seorang Muslim, seperti sekularisme, pluralisme, liberalisme, relativisme dan isme-isme yang lain.
Dr. Adian Husaini yang telah terkenal di seantaro Indonesai dengan kepakarannya dalam bidang pemikiran, kemudian menghalau dan mematahkan berbagai logika-logika yang sering diungkapkan oleh para tokoh atau aktivis liberal.
“Prof, sebenarnya dari awalnya saya yakin bahwa anda itu jenius, benar, dan anda tidak gila. Tapi karena Profesor mengatakan bahwa, `kita jangan langsung percaya dan yakin dengan ungkapan seseorang karena hal itu belum tentu benar`, saya jadi bimbang kalau Profesor itu benar-benar jenius dan tidak gila” Ungkap Dr. Adian, terhadap paham relativisme yang tidak mengakui adanya kebenaran absolut.
Diakhir materi pada malam harinya tentang `Kristen dan Kristenisasi di Indonesia` oleh Tiar Anwar Bachtiar,Kandidat doktor sejarah peradaban.
Beliau menyimpulkan bahwa Kristen datang dengan kolonialisme ke Indonesia, yang mana misionaris didukung dan dibiayai oleh pemerintahan kolonial. Tapi upaya kristenisasi kurang berhasil dan sangat sulit pada daerah-daerah yang telah memiliki kemapanan dan Islam yang kuat, sehingga mereka hanya sukses di daerah-daerah terpencil yang belum mendapatkan keislaman yang intensif. Wali songo adalah representasi dari para ulama-ulama yang telah berandil besar dalam melawan dan menjaga kolonialisasi sekaligus kristenisasi yang datang bersamanya.
Dan dalam perjalanannya,  kristenisasi lebih banyak terjadi setelah kemerdekaan hingga saat ini, maka upaya kristenisasi harus menjadi pikiran dan diwaspadai bersama, khususnya di daerah-daerah yang menjadi basic penyebarannya seperi di Malang, Ambon dan lainnya.
Berbagai permasalahan yang seharian telah dipampangkan di depan mata peserta, menjadi tugas-tugas besar yang kini membutuhkan kepekaan dan kerjasama antar kaum Muslimin, untuk mengambil peran dan kepemimpinan yang dapat menjaga dan  membangkitkan kembali jati diri dan kemuliaan Islam. (Laporan/ Galih)
Hari kelima kegiatan ini, disimpulkan dengan cukup komprensif, apa yang dimaksud dengan Worldview of Islam beserta struktur-strktur pembentuknya. Yang menjadi hal sangat penting dimiliki kaum Muslimin dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan dan pemikiran yang terus bergulir, khususnya yang muncul dari hegemoni peradaban Barat sekuler yang saat ini mendominasi dan membawa nilai hidup yang semakin mengerus aqidah Islam, serta membawa kehancuran pada berbagai ranah kehidupan manusia (jiwa dan keyakinan)dan alam kehidupan. Menciptakan kezaliman atau ketidak adilan dan menghilangkan hakikat tujuan hidup manusia.
Para mahasiswa yang telah mengikuti serangkaian kegiatan ini selama beberapa hari, diharapkan akan semakin membentuk dan berperan dalam kepemimpinan-kepemimpinan selanjutnya dari berbagai bidangnya, untuk kelak menjadi generasi yang mengemban amanah demi kepentingan umat dan Islam. Sebanyak 82 peserta yang terdiri dari 37 mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Malaysia dan 45 mahasiswa asal Indonesia tersebut sekaligus melahirkan “Deklarasi Bogor”. Dengan bunyi resolusi:

“Menyadari betapa pentingnya untuk meneruskan Peradaban dan Tradisi Keilmuan di dunia Islam umumnya, dan alam Melayu khususnya, dan pada masa yang sama menginsafi cabaran-cabaran semasa yang bersifat benturan pandangan Alam; kami Pemuda-Pemudi Melayu dengan ini bersetuju dan bertekad:
1. Menjunjung tinggi Aqidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah sebagai asas Peradaban di Alam Melayu.
2. Menjadikan ilmu yang benar sebagai landasan gerakan Pemuda-Pemudi Melayu.
3. Menjadi pemimpin yang berlandaskan Pandangan Alam Islam.
4. Menggali kembali dan melestarikan khazanah keilmuan islam dan tradisi kesejarahan melalui karya-karya ulama sarjana masa lampau di Alam Melayu.
5. Mendokong dan menyumbang ke arah rencana pengislaman ilmu-ilmu Masa kini dalam menempatkan ilmu dan kefahaman islam sebagai landasan kegiatan ekonomi, sosial, politik, dan kebudayaan di rantau melayu.
6. Memelihara dan memperkukuhkan semula unsur-unsur kesatuan dan perpaduan rumpun melayu dari segi agama, bangsa, bahasa dan budaya.
7. Mempereratkan Ukhuwwah Ilmiah berdasarkan Adab di Antara pemuda-pemudi Melayu agar dapat mencantumkan semula tali sejarah baru dan lama, mengikat dan memperatkan semua tali perhubungan secara generasi.

Diakhir kegiatan pada malam harinya ditutup oleh Prof.Dr. Didin Hafidhuddin (Ketua Umum BAZNAS dan guru besar IPB), Dr. Adian Husaini (Ketua Pelaksana, Ketua Program Doktor UIKA, Mantan Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia), Prof.Dr. Moh Nor Wan Daud (Intelektual Muslim Dunia, Direktur CASIS Malaysia), Dr. Ending Bahruddin (Rektor UIKA Bogor) dan Dato` Shahlan (Presiden Sekretariat Transformasi Serantau Malaysia).

KMMI 2



Kenduri Nusantara dan Launcing Buku `Islamisasi Ilmu-ilmu Kontemporer dan Peran Universitas Islam dalam Konteks Dewesternisasi dan Dekolonialisasi` karangan Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud, dilaksanakan pada  hari selasa pukul 20.30 wib.
            Sambutan pertama diberikan oleh Dr. Ending Bahruddin selaku Rektor Universitas Ibnu Kaldun Bogor, kemudian Dr. Adian Husaini dan Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud. Bagaimana peranan buku tersebut pada perguruan tinggi sebagai puncak penyemaian dan potensi keilmuan yang berakardanberbuah pada bidang lainnya, serta sarana terbentuknya para pemimpin muda.
            Launcing buku `Islamisasi Ilmu-ilmu Kontemporer dan Peran Universitas Islam dalam Konteks Dewesternisasi dan Dekolonialisasi` karangan Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud, dibuka oleh Menteri Dalam Negeri Malaysia, Dato’ Dr. Ahmad Zahid Hamidi, yang juga pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan Malaysia. Juga dihadiri oleh Duta besar Malaysia untuk Indonesia.
Dato’ Dr. Ahmad Zahid Hamidi memberikan penjelasan panjang bagaimana tantangan reformasi dan transformasi yang terjadi selama ini khususnya di alam Melayu Indonesia-Malaysia. Beliau yang sudah berpengalaman panjang dan merasakan asam manisnya kehidupan perpolitikan mengungkap akan banyaknya kaki-tangan jahil yang berusaha memecahkan dan menghambat persatuan umat Islam, tapi beliau meyakini akan datangnya Al-Sahwah al-Islamiah(Kebangkitan Islam).
“Karena itu rakyat Indonesia dan Malaysia harus bekerja keras meningkatkan kualitasnya dan jangan sampai mau dipecah belah dan diadu-domba,” ujar Dato` Ahmad Zahid.
Ketika kita melihat saat ini kita disekat-sekat dan di lemahkan untuk saling berkompetisi dan menentang, yang menimbulkan kelemahan dari serangan pemikiran dan politik Barat, hanya dengan nasionalis akan garis teritorial, “Padahal ikan saja dengan bebas bermigrasi dari Indonesia dan Malaysia dan sebaliknya tanpa password” Begitu ungkapDato` Ahmad Zahid, dan diceletusi oleh Dr. Adian Husaini sebagai “Ukhuwah Ikaniyah” hingga mengundang tawa hadirin. Ukhuwah Islamiyah yang seharusnya menjadi prinsip utama kita sebagai konsekuensi dari aqidah.
Meskipun demikian bukan berarti untuk kita mengambil sikap diam saja, hal pertama yang bisa kita lakukan dan kita satukan saat ini ungkap Dato` Ahmad Zaid “Wahdatul fikr, wahdatul qalb dan wahdatul `aml” yaitu menyatukan pikiran, menyatukan hati dan menyatukan usaha. Yang demikianharus dipelopori oleh orang-orang yang berilmu, bukan sekedar artis-artis yang lebih dijadikan model dan populer.
Rangkaian kegiatan pada hari ketiga ini sebelumnya sudah diimulai dengan shalat subuh berjama`ah, tazkirah dan sarapan pagi pada pukul 04.00 wib yang diagendakan setiap harinya selama kegiatan berlangsung.
            Kegiatan `Kepemimpinan Muslim Muda Indonesia-Malaysia` yang diselenggarakan oleh Universitas Ibnu Kaldun Bogor (UIKA) bersama Sekretariat Transformasi Serantau (STS) dan Center for Advanced Studies on Islam (CASIS) UTM Malaysia.
            Pagi harinya peserta telah diberikan tugas dalam setiap kelompoknya yang sebelumnya telah terbagi menjadi 7 kelompok, untuk melakukan penelitian dan kajian sesuai dengan tempat yang telah dibagikan, untuk nantinya mencari informasi yang akan dipresentasikan. Yaitu tempat kelahiran SNM Al Attas, UIKA Bogor, Gramedia, dan lainnya, mencari hubungan antara karya dan sejarah dari pemikiran dan keilmuan tokoh-tokoh Melayu.
            Pada pukul 08.00 kelompok kami `Zaid bin Tsabit` berkesempatan untuk mengunjungi Universitas Ibnu Khaldun (UIKA), yang merupakan Universitas Islam tertua di Kota Bogor. UIKA Bogor dikenal, merupakan sebuah perguruan tinggi yang banyak menghimpun, mengadobsi, dan menelurkan berbagai pemikiran ulama dan cendikiawan Islam khususnya di alam Melayu.
            Tidak jauh, sekitar 15 menit dari Hotel Mirah dan Sri gunting tempat kami menginap, dengan mengendarai bus akhirnya menghantarkan kami di UIKA Bogor.
            Kelompok Zaid bin Tsabit melakukan wawancara pada lingkungan masyarakat ilmiah UIKA, untuk mengetahui bagaimana pandangan mereka tentang hubungan Indonesia-Malaysia dan kaitannya dengan Melayu, kemudian mencari berapa banyak karya-karya pemikiran Muslim Melayu yang terdapat di Perpustakaan UIKA Bogor.
            Kali itu saya berkesempatan mewancarai Bang Rauf, Staff Perpustakaan yangsedang menempuh S2 di UIKA, beliau menjelaskan bahwa Melayu yang dulu kita kenal, memang telah memberikan proses dan pengaruh budaya keislaman. Beliau mencontohkan bahwa Ibunya dapat menulis dengan tulisan Arab tapi berbahasa Melayu / Arab pegon, Bang Rauf yang berasal dari Tasikmalaya berujar “Ibu saya ketika mengikuti pengajian Islam, biasa langsung menuliskannya dalam teks arab tapiberbahasa Melayu”.
            Pada sore harinya, setiap kelompok mulai mempresentasikan hasil penelitian dan observasinya, hingga menyerap banyak pengetahuan dan perbincangan baru untuk setiap kelompok dan pesertanya.
            Kegiatan tersebut yang selanjutnya menghantarkan kami pada Kenduri Nusantara dan Launcing Buku karya Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud pada malam harinya.(Laporan, Galih).

KMMI 1



Hari pertama dalam kegiatan `Kepemimpinan Muslim Muda Indonesia-Malaysia` yang diselenggarakan oleh Universitas Ibnu Kaldun Bogor (UIKA) bersama Sekretariat Transformasi Serantau (STS) dan Center for Advanced Studies on Islam (CASIS) UTM Malaysia.
            Sesi pertama diawalidengan materi pada pukul 08.00 wib dalam suasana pagi di Kota Hujan-Bogor, keadaan langsung di panaskan oleh Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daudpendiri dan pengasas CASIS/Pusat Studi Kajian Tinggi Islam, Universitas Teknologi Malaysia, tentangWorldview, Kepemimpinan dan Peradaban”, beliau membuka dengan penjelasan mendasar kepemimpinan dan peradaban yang berasaskan padaworldview.
            Worldview ibarat sebuah peta kehidupan yang memberikan petunjuk perjalanan kedepan” demikian yang beliau ungkapkan, bahwa worldview akan membimbing pribadi, keluarga hingga masyarakat luas dan negara. Ketika peta tersebut buram, kabur atau tidak jelas. Kontras akan dipastikan menimbulkan permasalahan pada proses perjalanannya mencapai tujuan. Bagaimana pandangan hakiki tentang kewujudan menjadi pandangan umumnya, dan aspek utama terdapat dalam cara pandangnya tentang dari manakita berasal? Yaitu dari sebuah penciptaan yang kemudian menghantarkan kita pada adanya Sang Pencipta dan siapa Pencipta tersebut? Konsep tentang Tuhan, konsep tentang  insan/manusia, konsep tentang alam, dan lainnya.
Setiap manusia memiliki sebuahworldview hasil dari pengaruh keilmuan dalam peradabannya, tapi bisa kita lihat dan bandingkan, worldview seperti apakah yang ilmiah dan rasional, dan sesuai untuk setiap konteksnya.
            Beliau memberikan contoh, ketika ditemukannya peti mumi Firaun, di dalamnya terdapat emas, zamrud dan lainnya. Dalam pandangannya, mereka meyakini ada suatu kehidupan setelah ini, dan dalam kehidupan tersebut membutuhkan suatu bekal, dalam worldview mereka.
            Demikian juga Terna Cotta Warriors (Xian) Kaisar Qin Shi Huang Ti, padatamadun Cina Kuno yang hidup pada masa 500 tahun sebelum Nabi Isa,kononmenguburkandiribesertatentaranyakarenapercaya mereka akan dapat abadi dan membawa pasukannya untuk menemani dan menjaga kaisar pada waktu selanjutnya.
            Lee Kwan Yew seorang manusia paling pintar di Asia, dalam kesetiaannya pada istrinya Geok Choo yang sedang sakit,berkata “Tidakada orang yang sudahpergi/matilaludatangkembalimenanyakandirinya yang lalu”.
            Islam sebagai agama yang kompleks, memberikan konsep tentang segala kebutuhan secara komperensif yang bersumber dari wahyu yang kemudian membentuk suatu worldview,kerangka pandang kita terhadap segala sesuatudenganbenar.
            Berbeda halnya dengan Kristen, mereka meyakini bahwa adanya Tuhan. Tapi mereka tidak mengetahui tentang sifat baik-buruk dalam konseptualnya, sehingga bisa kita lihat seiring perjalanannya waktu Kristen telah mengalami sekularisasi,dan melandaskannya pada hasil kompromi. Demikian halnya idiom kasih-sayang yang selalu mereka canangkan, tidakbanyak dari mereka yang kemudian memperhatikan bagaimana keadaan Muslim yang terkolonialisasi.
            Islam memiliki mata rantai tradisi mutawattir, memberikan kabar yang benar dalam konsep-konsep pembentuk worldview Islam, yang saling berkaitan dan menjelaskan antar konsepsi lainnya. Maka sangat salah jika kemudian ada kelompok yang mengatas namakan dirinya Islam tapi menolak sumber ilmu dalam kabar shadiq seperti mempersoalkan otoritas dan kemuliaan para sahabat, yang secara tidak langsung juga memutus kabar dari Rasulullah sebagai orang yang membina dan menelurkan ilmu-ilmu sebagai wahyu kepada para sahabat.
            “Jika Abu Bakar akhlaknya rendah, dia tidak akan diamanahi menjadi seorang khalifah” ujar Prof. Wan Mohd Nor.
            Para pengamat politik dan sejarawan barat juga sejatinya telah mengamati dan memprediksikan akan ketakutan Barat terhadap kebangkitan Islam sebagai sebuah peradaban besar yang dulu pernah menjatuhkan peradaban Barat beberapa kali, sebagaimana dikatakan Samuel Huntington ilmuan politik dari Harvard University yang dikenal sebagai penasehat utama politik Gedung Putih dalam bukunyaThe Clash of Civilazations, demikian juga yang diungkapkan oleh Bernard Lewis (1999) dan Basil Mathews (1926).
            Berbagai konsep-konsep, gagasan-gagasan yang saling berbenturan, menanamkan pemahaman dan pembentukan aqidah pada masyarakat luas. Sedang Barat meletakkan keilmuan dan konsepsi yang dibangunnya dari keterlepasan dengan asas metafisik, tentang adanya Sang Khaliqdi belakang setiap materi dan hukum yang berlaku, pada sebuah rasio dan spekulasi filosofis.
            Pada materi kedua beliau memaparkan tentang ‘Unsur-unsur Kesatuan Alam Melayu’. Beliau menegaskan akan pentingnya sesuatu yang menyatukan kita, bukan sesuatu yang justru menyekat dan mengkotak. Khususnya di alam Melayu, hal pertama yang menyatukan  adalah bahasa, peranan utama bahasa yang kita kenal membawa sebuah pemahaman dan makna.
 Jika di tilik bagaimana para ulama dan tokoh-tokoh Muslim yang menyebarkan agama Islam di wilayah Melayu memulakan diri berdakwah dengan menggunakan bahasa Melayu dan  mulai mengislamisasi bahasa tersebut dengan memasukkan kosa kata dan makna Islam.
Ketika itu orang mengenal bahwa seorang Melayu pastilah seorang Muslim, sebagaimana juga diungkapkan sebelumnya oleh Dr. Adian Husaini bahwa seorang Cina Muslim, India Muslim ataupun Eropa Muslim ketika ia hidup di alam Melayu maka ia adalah seorang Melayu. Demikian sebenarnya beberapa hal yang hakikatnya dapat menyatukan kita dalam orientasi utamanya di wilayah Asia, yang kini telah masuk dalam prasyarat dan distortasi Barat dalam pengalihan sejarah.
Pada sesi selanjutnya setelah coffe break, peserta di arahkan sesuai kelompoknya untuk kemudian di berikan refleksi dari hasil materi yang didapatkan.
Kelompok Abdurrahman bin Auf dan Zaid bin Tsabit, berkesempatan dengan Wan Mohd Aimran, yang mengulas tentang kata-kata kunci yang banyak didapatkan, dan menjelaskan dengan lebih mendalam tentang sekularisasi, yaituDisenchantment of Nature, Desacralization of Politics, dan Deconrecration of Values.
Pukul 13.15 wib materi dilanjutkandengan tema ‘Kesatuan & Perpecahan Serantau: Mazhab, Extremisme, Syi`ah`. Pada kesempatan ini dijelaskan problematika internal umat Islam yang berperan utama dalam menciptakan kondisi kekalahan.
Pentingnya kesatuan dan bahaya perpecahan’ yang dijelaskan oleh Dr. Wan Suhaimi Wan Abdullah, terjadi dalam diri umat Islam secara tidak sadar, akibat keruntuhan otoritas dan perpecahan antar madzhab, belum lagi dengan adaanya propaganda Barat.
Dr. Nirwan Syafrin menambahkan secara historis terbentuknya berbagai kelompok yang mengakibatkan dekonstruksi Islam, pada masa klasik dan kontemporer, dengan sebab dan akibatnya.
Serentak kemudian banyak peserta yang melambaikan tangan, memberikan kesan dan pertanyaan, untuk kedua pemateri.
`Case Study: Hubungan Malaysia-Indonesia` yang dibawakan oleh Datuk Shahlan IsmailPresiden Sekretariat Transformasi Serantau (STS) pada pukul 16.00 wib, merefleksikan bagaimana banyak kesatuan, persamaan dan kekuatan yang dapat dibentuk Indonesia-Malaysia sejak lama, yang kemudian tereduksi dan tertutupi oleh segelintir konflik kecil dari berbagai wacana dan opini yang dibuat oleh para pendengki.
Beliau membawa kita kepada kerinduan pada alam melayu sembari bernostalgia dengan lirik lagu dan karya para tokoh Melayu. Kerajaan-kerajaan Islam yang terbangun di alam Melayu dengan mudah terisolasi dari keilmuan, akibat kolonialisasi oleh Portugis, Inggris dan Belanda.
Satu keyakinan yang beliau tanamkan akan tibanya suatu masa kesatuan dan kebangkitan khususnya di alam Melayu di saat akan datang. Tapi beliau berpesan “Kita harus tahu kekuatan dan keilmuan kita saat ini” Apakah sudah layak dan pantaskah kita mendapatkan kemenangan? Sembari mengutip surat Al `Ankabut ayat 2, apakah mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan,”Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji?”.
Materi akhir pada hari kedua dalam kegiatan `Kepemimpinan Muslim Muda Indonesia-Malaysia` berlangsung pada pukul 20.00 hingga 22.30 wib yang disertai dengan refleksi diakhir.
`Islam dalam Peta Politik Asia Tenggara dan Pasifik` oleh Dr. Mohd Farid Mohd Shahran dan Adnin Armas, MA selaku Direktur INSIST.
Dr. Farid Shahran menjelaskan akan kepemimpinan yang merupakan masalah besar dalam dunia Islamserta politik yang menjadi satu dimensi dinamik dalam sistem kehidupan. Rasulullah datang membawa agama dan politik untuk mengatur segala aspek kehidupan. Dan dapat kita tinjau dalam kronologi peradaban Islam, adanya golongan ulama dan umara` yang menjalankan peranan.
Tapi satu hal fundamental akan permasalahan pemimpin atau kepemimpinan adalah akibat kekeliruan dan kerusakan keilmuannya yang menghasilkan ketidak pahaman seorang pemimpin dalam mengurusi dan melayani umat, sesuai dengan yang diperintahkan dan disunnahkan.
Hanya agama Islam yang masih bisa bertahan dan melawan peradaban sekular, Adnin Armas dalam tambahannya, “adapun demokrasi yang berlangsung saat ini, harus diletakkan di bawah kepentingan Islam, untuk menegaskan perbedaan bukan menyamakan perbedaan”.
Satu hari dalam rangkaian materi kegiatan yang cukup penuh dan berpengaruh, membentuk keilmuan dan kepribadian peserta, untuk melihat berbagai kepentingan yang seharusnya di letakkan di bawahworldviewdan kepentingan Islam.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Walgreens Printable Coupons