Pendidikan mendapatkan tempat yang sentral dalam sebuah bangunan peradaban, sebab ia merupakan jalan utama yang berperan dalam menyiapkan, membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan serta keterampilan, pada manusia dan kehidupannya. Baik pada unsur fisik, nalar maupun jiwa.
Berbagai
lembaga-lembaga pendidikan, kini telah berdiri dan menjamur di berbagai daerah,
baik kota maupun desa. Dengan berbagai program dan fasilitas unggulan yang ditawarkannya,
memberi ketertarikan pada masyarakat, khususnya orang tua, untuk memasukkan
anak-anaknya ke sekolah-sekolah yang terbaik baginya. Ada lembaga yang dikenal
sebagai tempat pendidikan umum, ada juga yang berbasis agama, seperti
sekolah-sekolah Islam, dengan muatan pelajaran agama yang lebih banyak daripada
sekolah umum.
Lembaga
pendidikan Islam sejak awal tidak bisa dipandang sebelah mata, yang hingga kini
terus mengalami peningkatan pengakuan dan kepercayaan, dibandingkan sekolah
umum. Seperti didapati di kota-kota besar, banyak orang tua yang memilih
memasukkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah Islam, meskipun dengan biaya masuk
yang cukup besar, puluhan hingga seratus juta, dan SPP jutaan rupiah perbulan.
Tidak menghalangi para orang tua untuk memberikan pendidikan terbaik untuk
anaknya.
Sekolah
Islam memiliki keunggulan dan nilai yang istimewa di mata masyarakat Muslim,
sebab mengajarkan tentang keimanan, adab-adab keseharian, akhlak yang baik, keterampilan
hidup dan pelajaran-pelajaran pada umumnya.
Terlebih di zaman yang bebas, dengan
iklim kehidupan yang tidak baik saat ini, semakin mendorong dan meyakinkan orang
tua bahwa sekolah Islam akan menjaga dan memberikan kebaikan kepada
anak-anaknya.
Ketika
lembaga pendidikan Islam telah mendapatkan sambutan dan pilihan oleh banyak
masyarakat Muslim, maka tantangan untuk mengemban amanah di lembaga pendidikan
tersebut, kemungkinan juga akan semakin besar.
Tantangan pertama yang dapat terjadi,
yaitu pada guru atau pendidik. Guru yang tidak memiliki pandangan hidup Islam dapat
mengiring siswa pada pemikiran dan penafsiran yang salah terhadap ilmu.
Orientasi hidup yang tidak benar, juga dapat menggelincirkan guru pada sikap
pragmatis, mengambil atau menilai pekerjaannya dengan seberapa besar keuntungan
materi yang akan didapatkannya, sehingga keikhlasan, ketulusan, keteladanan
serta keprofesionalan mendidik dapat luntur dan hilang.
Orang tua siswa yang tidak memahami
tentang kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan ilmu pada anak-anaknya, dapat terjangkit
penyakit “sekolahisme”, yaitu menilai pendidikan dengan seberapa besar
popularitas dan fasilitas sekolah yang akan dipilihnya, tanpa melihat asupan
ilmu dan proses pendidikan seperti apa yang diberikan di dalamnya.
Kedua tantangan dalam sistem dan
kurikulum sekuler. Tantangan sistem pendidikan sekuler, telah membatasi keluasan
dan keleluasaan tradisi pendidikan Islam, sehingga muncul dikotomi antara
pendidikan formal dan informal, kulikuler dan ekstrakulikuler, pendidikan
dipandang hanya sebatas yang terjadi dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah,
pendidikan utama yang seharusnya terjadi di dalam keluarga dan lingkungan
hidupnya, diabaikan. Mencukupkan diri dengan apa yang sudah didapatkannya di
sekolah.
Dalam kurikulum pendidikan sekuler,
dijumpai sebagian jatah pelajaran yang bersebrangan dan menghambat hakikat dan
tujuan dari pendidikan Islam, sehingga terjadi kesulitan dan kebingungan, mana
yang harus lebih dipenuhi dan diikuti antara keduanya, porsi ilmu fardu ain
yang diberikan tidak memadai.
Potensi kecerdasan, kepintaran dan
keterampilan yang dimiliki siswa, akhirnya kurang mendapatkan tempat dan
dimaksimalkan. Muncul kemudian siswa-siswi yang lebih tertarik pada keilmuan
umum, tanpa diimbangi atau belum dipenuhi dengan keilmuan Islam. Pendidikan
Islam akhirnya dapat mandul dalam melahirkan pakar-pakar dibidang ushuluddin,
seperti tafsir, hadist, fiqih dan lainnya, padahal kebutuhannya masih sangat
besar dan harus disediakan.
Lahirnya sistem dan konsep pendidikan Islam
yang mandiri, dengan model pesantren yang sejak dulu dikenal ideal dalam
menghidupkan tradisi dan tujuan keilmuan Islam, akan menjadi titik awal dan
image baru, serta solusi atas permasalahan mendasar dalam pendidikan. Sistem
pendidikan Islam ini telah membuktikan perannya sejak dulu hingga saat ini
mencetak manusia-manusia secara utuh, yang pada akhir dan seharusnya menjadi seorang guru, sebagaimana
yang sangat tepat disebutkan dalam tujuan Ma`had `Aly Imam Ghazaly, yaitu untuk
mencetak guru-guru yang mampu menjadi teladan, profesional, mukhlish, berjiwa mujahid
dakwah, berjiwa pemimpin, mampu hidup mandiri dan menguasai berbagai bidang
atau permasalahan. Dari sini kemudian jati diri pendidikan Islam akan
ditemukan.
0 komentar:
Post a Comment