Feb 5, 2016

MANFAAT MEMBACA




Menurut ’Aidh bin Abdullah al-Qarn, ada 11 manfaat membaca:
1. Membaca menghilangkan kecemasan dan kegundahan.
2. Ketika sibuk membaca, sesorang terhalang masuk dalam kebodohan.
3. Kebiasaan membaca membuat orang terlalu sibuk untuk bisa berhubungan dengan orang2 malas dan tidak mau bekerja.
4. Dengan sering membaca, seseorang bisa mengembangkan keluwesan dan kefasihan dalam bertutur kata.
5. Membaca membantu mengembangkan pemikiran dan menjernihkan cara berpikir.
6. Membaca meningkatkan pengetahuan seseorang dan meningkatkan memori dan pemahaman.
7. Dengan sering membaca, seseorang dapat mengambil manfaat dari pengalama orang lain, seperti mencontoh kearifan orang bijaksanan dan kecerdasan orang-orang berilmu.
8. Dengan sering membaca, seseorang dapat mengembangkan kemampuannya baik untuk mendapat dan merespon ilmu pengetahuan maupun untuk mempelajari disiplin ilmu dan aplikasi didalam hidup.
9. Keyakinan seseorangakan bertambah ketika dia membaca buku2 yang bermanfaat, terutama buku2 yang ditulis oleh penulis2 yg baik. Buku itu adalah penyampai ceramah terbaik dan ia mempunyai pengaruh kuat untuk menuntun seseorang menuju kebaikan dan menjauhkan dari kejahatan.
10. Membaca membantu seseorang untuk menyegarkan pikirannya dari keruwetan dan menyelamatkan waktunya agar tidak sia2.
11. Dengan sering membaca, seseorang bisa menguasai banyak kata dan mempelajari berbagai model kalimat, lebihlanjut lagi ia bisa meningkatkan kemampuannya untuk menyerap konsep dan untuk memahami apa yang tertulis “diantara baris demi baris” (memahami apa yang tersirat).

Feb 4, 2016

Rahma el Yunusiah, Nisaa ut-Tarbiyah



Sosok dan pemikiran wanita ini memberikan inspirasi bagi majunya pendidikan Islam di Indonesia, bahkan dunia.  Syaikh Abdurrahman Taj, Rektor Universitas al Azhar Kairo Mesir, mengundangnya pada tahun 1957 dan memberikan anugerah berupa gelar Syaikhah dari Universitas al Azhar. Berkat jasa dan keteladannya dalam mendirikan sekolah Islam dan memajukan pendidikan kaum Muslimah di Indonesia, Universitas tertua di dunia ini tidak segan dan memberikan penghargaan atas sumbangsih besarnya.
Sebelumnya pada tahun 1955, Syaikh Abdurrahman telah  mengadakan kunjungan ke Indonesia, khususnya ke sekolah yang didirikan oleh wanita ini di Padang Panjang, ia tertarik dengan sistem pembelajaran khusus yang diterapkan kepada putri-putri Islam di Indonesia. Ia banyak menimba pengalaman dari sekolah ini, sedangkan saat itu al-Azhar belum memiliki lembaga pendidikan khusus bagi kaum perempuan. Akhirnya tak lama setelah kunjungannya, Universitas Al Azhar membuka pendidikan khusus perempuan yang bernama kulliyyât al-banât.

Gelar baru yang belum pernah diberikan kepada siapa pun sebelumnya. Gelar yang setara dengan gelar Syeikh Mahmoud Syalthout, salah seorang mantan Rektor al-Azhar. Syaikhah Rahma el Yunusiah adalah nama yang kini disandangnya. Ia dikenal sebagai pendiri perguruan untuk wanita Islam pertama di Indonesia yakni Madrasah Diniyah Puteri (Madrasah Diniyah li al-Banat) di Padang Panjang.[1]
 
Rahma el Yunusiah (1900-1969) merupakan seorang wanita yang terlahir di Padang, Sumatera Barat. Dibesarkan dalam silsilah keluarga yang baik dan sangat menjunjung tinggi pendidikan agama. Ia belajar Islam secara langsung kepada ayahnya, kakaknya dan ulama-ulama di Sumatera, salah satunya ia rutin mengaji di Surau Jembatan Besi, kepada Haji Abdul Karim Amrullah (ayah Hamka), Tuanku Mudo Abdul Hamid Hakim (pemimpin sekolah Thawalib Padang-Panjang), Syaikh Muhammad Jamil Jambek, Syaikh Abdul Latif Rasyidi, dan Syaikh Daud Rasyidi.

Jilbab panjang nan lebar melebihi dada selalu dikenakan Rahma, padahal penampilan demikian ketika itu mungkin masih tampak asing dan belum banyak dikenal, istri tokoh-tokoh Islam ketika itu bahkan terlihat belum menggunakan jilbab yang besar dan sempurna, namun sudah merupakan bentuk yang maju dan baik pada kondisi saat itu.

“Kalau saya tidak mulai dari sekarang, maka kaum saya akan tetap terbelakang. Saya harus mulai, dan saya yakin akan banyak pengorbanan dituntut dari diri saya”, kata Rahmah El Yunusiyah suatu hari bertekad, menunjukkan didikan dan penanaman agama yang kuat pada dirinya.

Rahmah nampak istimewa dan sempurna menginjak waktu mudanya. Cita-cita tingginya untuk memajukan keilmuan kaumnya dan mengeluarkan mereka dari kebodohan begitu bergelora. Bagi Rahma, perempuan memiliki peran yang penting dalam kehidupan, utamanya dalam rumah tangga. Karena rumah tangga adalah bagian dari tiang masyarakat dan masyarakat adalah tiang negara. Tentulah ia tidak mau, kaumnya yang mempunyai peran penting dalam tiang negara dan pendidikan anak-anaknya tertinggal dari laki-laki.

Sebagaimana tulis Buya Hamka “Perempuan adalah tiang negara. Jika perempuannya baik, baiklah negara, dan jika mereka rusak, rusak pulalah negara. Mereka adalah tiang, dan biasanya tiang rumah tidak begitu kelihatan. Namun jika rumah condong, periksalah tiangnya. Tandanya tianglah yang lapuk”

Rahmah tampak gelisah ketika melihat perempuan di daerahnya belum mendapatkan pendidikan yang sama seperti yang didapatkan laki-laki, terutama pendidikan agama. Padahal Islam tidak pernah membatasi perempuan untuk menuntut ilmu, dan kewajiban menuntut ilmu dibebankan kepada setiap laki-laki dan perempuan. Ia merasa resah mendapati kaumnya masih terjerat dengan kebodohan, sedangkan sistem pendidikan yang berlaku di Padang Panjang kurang memberikan akses pendidikan yang besar bagi kaum perempuan, di bawah adat dan tekanan kolonialisasi Barat yang menguasai Nusantara saat itu. Rahmah kemudian sadar dan tergugah bahwa hanya dengan pendidikan lah, ia bisa memajukan kaumnya dan bisa mengeluarkan mereka dari kejumudan dan ketertinggalan.

Pada tanggal 01 November 1923, bersamaan dengan usianya yang hampir masuk ke 23 tahun, akhirnya Rahmah dengan dukungan dari kakaknya, Zaenuddin Labay, seorang tokoh pembaru pendidikan Islam di Sumatera, beserta teman-teman perempuannya di PMDS (Persatuan Murid-murid Diniyyah School) memutuskan untuk mendirikan sekolah khusus Perempuan yang dinamai Diniyah School Putri atau Madrasah Diniyah li al-Banat yang bertempat di Masjid Pasar Usang.

Saat itu, muridnya masih berjumlah 71 orang dan terdiri dari ibu-ibu muda, termasuk putri dari Teungku Panglima Polim dan Hajjah Rangkayo Rasuna Said. Mata pelajaran yang diajarkan di sekolahnya adalah fiqih, tafsir, tauhid, hikmah tasyri, adab, nahwu, sharaf, ilmu bumi, ushul fiqih, sejarah Islam, menulis arab, keputrian, pendidikan rumah tangga, bahasa Inggris, bahasa Belanda dan sebagainya.

“Diniyah School Puteri ini selalu akan mengikhtiarkan penerangan agama dan meluaskan kemajuannya kepada perempuan-perempuan yang selama ini susah mendapatkan penerangan agama Islam dengan secukupnya daripada kaum Lelaki…, Inilah yang menyebabkan terjauhnya penerangan perempuan Islam daripada penerangan agamanya sehingga menjadikan kaum perempuan itu rendam karam ke dalam kejahilan” tutur Rahma.

Melalui tekad yang kuat dan kokoh, Rahma beserta teman-temannya mulai merintis dan membagun sekolah ini. Sebuah jalan mulia yang terpatri dalam jiwa dan tujuan besar mereka dalam mencerdaskan kaum Muslimah dan mencari keridhoan-Nya. 

Tujuan mulia nan besar dari pendidikan Diniyah puteri ini adalah,
Membentuk puteri yang berjiwa Islam dan ibu pendidik yang cakap dan aktif serta betanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air atas dasar pengabdian Allah subhanahu wata’ala

Rahmah sendiri merupakan pribadi yang giat mencari ilmu. Selain belajar agama kepada sejumlah ulama, ia juga mempelajari dan menekuni berbagai ketrampilan yang mestinya dimiliki oleh kaum perempuan. Memasak, menenun, dan menjahit merupakan keterampilan yang ia miliki. Ia juga berupaya menularkan ketrampilan ini kepada kaum perempuan yang ada di sekitarnya. Bahkan Rahmah kemudian mendirikan sebuah sekolah kejuruan yakni, sekolah tenun pada tahun 1936. Untuk memenuhi tenaga pengajar perempuan, Rahmah mendirikan sebuah sekolah guru untuk perempuan pada tahun 1937.

Masa hidup Rahmah El-Yunusiah dijalani dalam perjuangannya mengentaskan kaum perempuan. Ia merupakan tokoh besar yang menggagas pendidikan untuk kaum perempuan, sehingga perhatiannya terfokus pada sekolah khusus perempuan yang didirikannya. Ia menyadari bahwa peran perempuan sangat besar dalam melahirkan dan mendidik generasi muda Islam, yang kan membawa kemerdekaan dan kepemimpinan pada setiap dekade nya. 

Syaikhah Rahmah el Yunuisiah, dijuluki sebagai R.A Kartini gerakan Islam atau Kartini perguruan Islam oleh masyarakat di Sumatera. Meski demikian, Prof. Dr. Mansur Surya Negara, Pakar Sejarah Islam Indonesia,  tetap mengomentari secara adil bahwa, Rahmah el Yunusiah jauh lebih maju dan memiliki kelebihan dari R.A Kartini (1879-1296). Selain sebagai tokoh pendidikan Islam, yang gagasannya terwujud dalam pendidikan Diniyah putri, lembaga pendidikan ini juga berkembang,  membentuk perguruan tinggi dan telah meluluskan ribuan Muslimah yang hebat. Ia juga dikenal sebagai pelopor terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat (TKR), ADI (Anggota Daerah Ibu) hingga menjadi TNI Batalyon Merapi. Rahma aktif dalam menentang berbagai kolonialisasi yang terjadi pada masanya, seperti menuntut dan menentang pengerahan kaum perempuan Indonesia terutama di Sumatera Tengah sebagai jugun ianfu (perempuan penghibur) tentara Jepang, yang akhirnya berhasil mereka lakukan. Karena pembelaannya terhadap Islam dan jiwa ksatriaan yang dimilikinya, pemuda-pemuda pejuang kemerdekaan menyebutnya sebagai Bundo Kanduang (Ibu Kandung) dari barisan perjuangan.

Rahmah El Yunusiyah juga pernah menjadi anggota pergurus Serikat Kaum Ibu Sumatra (GKIS) Padang Panjang, organisasi yang itu berjuang menegakkan harkat kaum wanita dengan menerbitkan majalah bulanan. Aktivitasnya yang lain adalah mendirikan Khuttub Khannah ( taman bacaan) untuk masyarakat.

Rahmah akhirnya wafat pada usianya yang hampir menginjak 69 tahun. Ia menghembuskan nafas terakhirnya pada malam Idul Adha, tanggal 26 Februari 1969. Banyak pelajar besar dan berharga yang sampai saat ini bisa kita dapatkan dari beliau, usaha kerasnya dalam memuliakan dan mencerdaskan kaum perempuan, dengan keteladanan menjadi seorang pendidik dan pejuang Islam serta bangsa, dibalik identitasnya yang juga merupakan seorang ibu dan wanita. Kini oleh bangsa Indonesia ia dianugrahi sebagai Pahlawan Nasional.(Bambang Galih S)


[1] Susiyanto

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Walgreens Printable Coupons