Jul 27, 2016

KMMI 3



Islam membawa sebuah perubahan dan kemajuan besar bagi jiwa dan bangsa yang dikuasainya, menghantarkan pada satu kemuliaan dan ketinggian karakter yang dibangun atas keilmuan dan pencapaian berpikir.
            Ditengarai melalui proses globalisasi bahasa dalam komunikasi, tulisan dan simbol yang menjadi hal paling utama yang dibawa oleh Peradaban Islam untuk membentuk pemikiran dan jiwa pada struktur konsep Islam.      
Islam telah memberikan model kehidupan modern yang eksis yang dapat kita lihat sebagaimana terakhir di Turky, dengan berbagai disiplin keilmuan, penemuan, dan arsitek yang kala itu telah mampu mengungkap berbagai fenomena alam dan pemanfaatannya, sebagaimana peta yang membuat mereka dapat menguasai berbagai jalur dan wilayah untuk perdagangan dan ilmu falaq yang diakuiketepatannya untuk mampu mencari kedudukan bulan. Bahkan pada masa Umayyah dan puncaknya Abbasiyah merupakan kemajuan terbesar dalam keilmuan dan penemuan Islam.
            Selanjutnya mulai terjadi pengasingan bahasa dan simbol Islam dalam ranah kehidupan akibat kolonialisasi dan hegemoni Peradaban Barat yang menguasai negeri-negeri Muslim dalam perspektifnya, yang juga disertai konflik dalam diri Kekhilafahan, sebagaimana di Turki, Prof. Dr. Zainy Uthman mengungkap “Pemuda Turki tidak mengakui adanya tulisan utama Turki dalam bahasa Arab”.
            Di alam Melayu sendiri telah dilakukan berbagai upaya untuk membuktikan dan mengembalikan konsep Melayu yang telah dikenal dari awalnya sebagai Islam, yang berbudaya Islam, mengamalkan Islam dalam peranan dan hikayatnya. Prof. Dr. Zainy Uthman kemudian menunjukkan kepada peserta beberapa bukti batu Trengganu yang bertuliskan tulisan arab dengan bahaya Melayu pada tahun 1303 M dan juga berbagai karya tokoh Muslim Melayu, yang relevansi dan mengekspresikan kedatangan Islam di alam Melayu jauh sebelum yang diakui Barat dalam dimensi historis.
            Kedatangan Islam dalam sebuah wilayah baru, memberikan manifestasi besar yang tidak berarti mengubah segala halnya secara fisik, tapi yang fundamental adalah meletakkannya pada worldviewIslam, asas aqidah Islam dan pemikirannya. ”Masjid di Cina tidak ditentukan harus berkubah seperti Hayya Sophia, tapi masih seperti Kuil”ujarnya.
            Demikian yang disampaikan oleh Prof. Dr. Zainy Uthman pada sesi awal materi yang telah dimulai pada pukul 08.00 wib tentang `Islam di Wilayah Melayu Indonesia: Perpektif Historis`.
Pada sesi kedua M Nizam Mashar dan Hendri Saparini, Ph.D menjelaskan `Case Study: Cabaran Ekonomi Serantau`.
BeliauHendri Saparini, Ph.D seorang pakar ekonomi Indonesia lulusan Jepang, mengungkapkan akan realitas dimensi ekonomi mutakhir yang sedang dihadapkan khususnya di Indonesia dan Malaysia dengan membawa berbagai polemik, akibat sistem ekonomi kapitalis yang mendominasi dan berperan membuat kebebasan ekonomi yang kebablasan untuk mengeruk berbagai kekayaan dan keuntungan, dari kebijakan syarikat atau korporasi transnasional dan pilihanpemerintahan.
Realitas yang menjustifikasikan akan kelemahan kedua negara tersebut yang terbawa untuk tidak saling menguatkan, dan justru melahap berbagai kepentingan besar yang telah diketahui memberi dampak negatif yang lebih besar, sebagaimana beliau katakan “ Karena kita lebih banyak berkompetisi dibanding berkooperatif” yang juga sebelumnya telah diamini oleh M Nizam Mashar, ketika beliau menjelaskan berbagai pengaruh dan konsep ekonomi yang beberapa dekade telah berlangsung.
“Bila Indonesia tidak maju, bagaimana Malaysia bisa maju” Tambahnya, akan pentingnya kerjasama yang harus dibangun bersama.
Dan dalam statemennya,hal yang paling integral untuk integrasi kemajuan ekonomi Serantau adalah masalah kepemimpinan, yang seharusnya menjadi benteng dan menentukan, “Tergantung dari model kepemimpinan disetiap negeri” tandasnya.
Dua sesi materi yang telah diberikan pada hari keempat pada kegiatan `Kepemimpinan Muslim Muda Indonesia-Malaysia` yang diselenggarakan oleh Universitas Ibnu Kaldun Bogor (UIKA) bersama Sekretariat Transformasi Serantau (STS) dan Center for Advanced Studies on Islam (CASIS) Malaysia, yang telah banyak memberikan asupan nutrisi dan gizi untuk peserta dari dua negara bisa semakin dapat menyatukan diri.
            Pada sesi materi ketiga, berlangsung mulai pukul 14.00 hingga 16.00 di ruang Gardenia MB IPB oleh Dr. Adian Husaini dan Dr. M. Zaidi Ismail.
Dr. Mohd Dedy Ismail memulai dengan menjelaskan bagaimana seharusnya paradigma berpikir yang dimiliki oleh seorang Muslim, untuk menghalau berbagai pemikiran-pemikiran khususnya yang merusak aqidah Islam.
Ungkapnya “Islam tidak tunduk pada budaya dan zaman, tapi Islam telah melampaui semuanya, dan Islam telah lahir dalam keadaan dewasa”.
Kemudian Dr. Adian Husaini menambahkan dan menunjukkan  bagaimana realitas aktual yang terjadi di dunia khususnya Indonesia, melalui tokoh-tokoh liberal dan lembaganya.
Pemahaman yang saat ini rentan dan tidak disadari telah merusak pola pikir dan worldview seorang Muslim, seperti sekularisme, pluralisme, liberalisme, relativisme dan isme-isme yang lain.
Dr. Adian Husaini yang telah terkenal di seantaro Indonesai dengan kepakarannya dalam bidang pemikiran, kemudian menghalau dan mematahkan berbagai logika-logika yang sering diungkapkan oleh para tokoh atau aktivis liberal.
“Prof, sebenarnya dari awalnya saya yakin bahwa anda itu jenius, benar, dan anda tidak gila. Tapi karena Profesor mengatakan bahwa, `kita jangan langsung percaya dan yakin dengan ungkapan seseorang karena hal itu belum tentu benar`, saya jadi bimbang kalau Profesor itu benar-benar jenius dan tidak gila” Ungkap Dr. Adian, terhadap paham relativisme yang tidak mengakui adanya kebenaran absolut.
Diakhir materi pada malam harinya tentang `Kristen dan Kristenisasi di Indonesia` oleh Tiar Anwar Bachtiar,Kandidat doktor sejarah peradaban.
Beliau menyimpulkan bahwa Kristen datang dengan kolonialisme ke Indonesia, yang mana misionaris didukung dan dibiayai oleh pemerintahan kolonial. Tapi upaya kristenisasi kurang berhasil dan sangat sulit pada daerah-daerah yang telah memiliki kemapanan dan Islam yang kuat, sehingga mereka hanya sukses di daerah-daerah terpencil yang belum mendapatkan keislaman yang intensif. Wali songo adalah representasi dari para ulama-ulama yang telah berandil besar dalam melawan dan menjaga kolonialisasi sekaligus kristenisasi yang datang bersamanya.
Dan dalam perjalanannya,  kristenisasi lebih banyak terjadi setelah kemerdekaan hingga saat ini, maka upaya kristenisasi harus menjadi pikiran dan diwaspadai bersama, khususnya di daerah-daerah yang menjadi basic penyebarannya seperi di Malang, Ambon dan lainnya.
Berbagai permasalahan yang seharian telah dipampangkan di depan mata peserta, menjadi tugas-tugas besar yang kini membutuhkan kepekaan dan kerjasama antar kaum Muslimin, untuk mengambil peran dan kepemimpinan yang dapat menjaga dan  membangkitkan kembali jati diri dan kemuliaan Islam. (Laporan/ Galih)
Hari kelima kegiatan ini, disimpulkan dengan cukup komprensif, apa yang dimaksud dengan Worldview of Islam beserta struktur-strktur pembentuknya. Yang menjadi hal sangat penting dimiliki kaum Muslimin dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan dan pemikiran yang terus bergulir, khususnya yang muncul dari hegemoni peradaban Barat sekuler yang saat ini mendominasi dan membawa nilai hidup yang semakin mengerus aqidah Islam, serta membawa kehancuran pada berbagai ranah kehidupan manusia (jiwa dan keyakinan)dan alam kehidupan. Menciptakan kezaliman atau ketidak adilan dan menghilangkan hakikat tujuan hidup manusia.
Para mahasiswa yang telah mengikuti serangkaian kegiatan ini selama beberapa hari, diharapkan akan semakin membentuk dan berperan dalam kepemimpinan-kepemimpinan selanjutnya dari berbagai bidangnya, untuk kelak menjadi generasi yang mengemban amanah demi kepentingan umat dan Islam. Sebanyak 82 peserta yang terdiri dari 37 mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Malaysia dan 45 mahasiswa asal Indonesia tersebut sekaligus melahirkan “Deklarasi Bogor”. Dengan bunyi resolusi:

“Menyadari betapa pentingnya untuk meneruskan Peradaban dan Tradisi Keilmuan di dunia Islam umumnya, dan alam Melayu khususnya, dan pada masa yang sama menginsafi cabaran-cabaran semasa yang bersifat benturan pandangan Alam; kami Pemuda-Pemudi Melayu dengan ini bersetuju dan bertekad:
1. Menjunjung tinggi Aqidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah sebagai asas Peradaban di Alam Melayu.
2. Menjadikan ilmu yang benar sebagai landasan gerakan Pemuda-Pemudi Melayu.
3. Menjadi pemimpin yang berlandaskan Pandangan Alam Islam.
4. Menggali kembali dan melestarikan khazanah keilmuan islam dan tradisi kesejarahan melalui karya-karya ulama sarjana masa lampau di Alam Melayu.
5. Mendokong dan menyumbang ke arah rencana pengislaman ilmu-ilmu Masa kini dalam menempatkan ilmu dan kefahaman islam sebagai landasan kegiatan ekonomi, sosial, politik, dan kebudayaan di rantau melayu.
6. Memelihara dan memperkukuhkan semula unsur-unsur kesatuan dan perpaduan rumpun melayu dari segi agama, bangsa, bahasa dan budaya.
7. Mempereratkan Ukhuwwah Ilmiah berdasarkan Adab di Antara pemuda-pemudi Melayu agar dapat mencantumkan semula tali sejarah baru dan lama, mengikat dan memperatkan semua tali perhubungan secara generasi.

Diakhir kegiatan pada malam harinya ditutup oleh Prof.Dr. Didin Hafidhuddin (Ketua Umum BAZNAS dan guru besar IPB), Dr. Adian Husaini (Ketua Pelaksana, Ketua Program Doktor UIKA, Mantan Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia), Prof.Dr. Moh Nor Wan Daud (Intelektual Muslim Dunia, Direktur CASIS Malaysia), Dr. Ending Bahruddin (Rektor UIKA Bogor) dan Dato` Shahlan (Presiden Sekretariat Transformasi Serantau Malaysia).

0 komentar:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Walgreens Printable Coupons