Islam
membawa sebuah perubahan dan kemajuan besar bagi jiwa dan bangsa yang
dikuasainya, menghantarkan pada satu kemuliaan dan ketinggian karakter yang
dibangun atas keilmuan dan pencapaian berpikir.
Ditengarai melalui proses
globalisasi bahasa dalam komunikasi, tulisan dan simbol yang menjadi hal paling
utama yang dibawa oleh Peradaban Islam untuk membentuk pemikiran dan jiwa pada
struktur konsep Islam.
Islam telah memberikan model kehidupan modern yang
eksis yang dapat kita lihat sebagaimana terakhir di Turky, dengan berbagai
disiplin keilmuan, penemuan, dan arsitek yang kala itu telah mampu mengungkap
berbagai fenomena alam dan pemanfaatannya, sebagaimana peta yang membuat mereka
dapat menguasai berbagai jalur dan wilayah untuk perdagangan dan ilmu falaq yang diakuiketepatannya untuk
mampu mencari kedudukan bulan. Bahkan pada masa Umayyah dan puncaknya Abbasiyah
merupakan kemajuan terbesar dalam keilmuan dan penemuan Islam.
Selanjutnya mulai terjadi
pengasingan bahasa dan simbol Islam dalam ranah kehidupan akibat kolonialisasi dan
hegemoni Peradaban Barat yang menguasai negeri-negeri Muslim dalam
perspektifnya, yang juga disertai konflik dalam diri Kekhilafahan, sebagaimana
di Turki, Prof. Dr. Zainy Uthman mengungkap “Pemuda Turki tidak mengakui adanya
tulisan utama Turki dalam bahasa Arab”.
Di alam Melayu sendiri telah
dilakukan berbagai upaya untuk membuktikan dan mengembalikan konsep Melayu yang
telah dikenal dari awalnya sebagai Islam, yang berbudaya Islam, mengamalkan
Islam dalam peranan dan hikayatnya. Prof. Dr. Zainy Uthman kemudian menunjukkan
kepada peserta beberapa bukti batu Trengganu yang bertuliskan tulisan arab
dengan bahaya Melayu pada tahun 1303 M dan juga berbagai karya tokoh Muslim
Melayu, yang relevansi dan mengekspresikan kedatangan Islam di alam Melayu jauh
sebelum yang diakui Barat dalam dimensi historis.
Kedatangan Islam dalam sebuah
wilayah baru, memberikan manifestasi besar yang tidak berarti mengubah segala
halnya secara fisik, tapi yang fundamental adalah meletakkannya pada worldviewIslam, asas aqidah Islam dan
pemikirannya. ”Masjid di Cina tidak ditentukan harus berkubah seperti Hayya
Sophia, tapi masih seperti Kuil”ujarnya.
Demikian yang disampaikan oleh Prof.
Dr. Zainy Uthman pada sesi awal materi yang telah dimulai pada pukul 08.00 wib
tentang `Islam di Wilayah Melayu Indonesia: Perpektif Historis`.
Pada sesi kedua M Nizam Mashar dan Hendri Saparini,
Ph.D menjelaskan `Case Study: Cabaran
Ekonomi Serantau`.
BeliauHendri Saparini, Ph.D seorang pakar ekonomi
Indonesia lulusan Jepang, mengungkapkan akan realitas dimensi ekonomi mutakhir
yang sedang dihadapkan khususnya di Indonesia dan Malaysia dengan membawa berbagai
polemik, akibat sistem ekonomi kapitalis yang mendominasi dan berperan membuat
kebebasan ekonomi yang kebablasan untuk mengeruk berbagai kekayaan dan
keuntungan, dari kebijakan syarikat atau korporasi transnasional dan pilihanpemerintahan.
Realitas yang menjustifikasikan akan kelemahan kedua
negara tersebut yang terbawa untuk tidak saling menguatkan, dan justru melahap
berbagai kepentingan besar yang telah diketahui memberi dampak negatif yang
lebih besar, sebagaimana beliau katakan “ Karena kita lebih banyak berkompetisi
dibanding berkooperatif” yang juga sebelumnya telah diamini oleh M Nizam Mashar,
ketika beliau menjelaskan berbagai pengaruh dan konsep ekonomi yang beberapa
dekade telah berlangsung.
“Bila Indonesia tidak maju, bagaimana Malaysia bisa
maju” Tambahnya, akan pentingnya kerjasama yang harus dibangun bersama.
Dan dalam statemennya,hal
yang paling integral untuk integrasi kemajuan ekonomi Serantau adalah masalah
kepemimpinan, yang seharusnya menjadi benteng dan menentukan, “Tergantung dari
model kepemimpinan disetiap negeri” tandasnya.
Dua sesi materi yang telah diberikan pada hari
keempat pada kegiatan `Kepemimpinan Muslim Muda Indonesia-Malaysia` yang
diselenggarakan oleh Universitas Ibnu Kaldun Bogor (UIKA) bersama Sekretariat
Transformasi Serantau (STS) dan Center
for Advanced Studies on Islam (CASIS) Malaysia, yang telah banyak
memberikan asupan nutrisi dan gizi untuk peserta dari dua negara bisa semakin
dapat menyatukan diri.
Pada sesi materi ketiga, berlangsung
mulai pukul 14.00 hingga 16.00 di ruang Gardenia MB IPB oleh Dr. Adian Husaini
dan Dr. M. Zaidi Ismail.
Dr. Mohd Dedy Ismail memulai dengan menjelaskan bagaimana
seharusnya paradigma berpikir yang dimiliki oleh seorang Muslim, untuk
menghalau berbagai pemikiran-pemikiran khususnya yang merusak aqidah Islam.
Ungkapnya “Islam tidak tunduk pada budaya dan zaman,
tapi Islam telah melampaui semuanya, dan Islam telah lahir dalam keadaan dewasa”.
Kemudian Dr. Adian Husaini menambahkan dan
menunjukkan bagaimana realitas aktual
yang terjadi di dunia khususnya Indonesia, melalui tokoh-tokoh liberal dan
lembaganya.
Pemahaman yang saat ini rentan dan tidak disadari
telah merusak pola pikir dan worldview
seorang Muslim, seperti sekularisme, pluralisme, liberalisme, relativisme dan
isme-isme yang lain.
Dr. Adian Husaini yang telah terkenal di seantaro
Indonesai dengan kepakarannya dalam bidang pemikiran, kemudian menghalau dan
mematahkan berbagai logika-logika yang sering diungkapkan oleh para tokoh atau
aktivis liberal.
“Prof, sebenarnya dari awalnya saya yakin bahwa anda
itu jenius, benar, dan anda tidak gila. Tapi karena Profesor mengatakan bahwa,
`kita jangan langsung percaya dan yakin dengan ungkapan seseorang karena hal
itu belum tentu benar`, saya jadi bimbang kalau Profesor itu benar-benar jenius
dan tidak gila” Ungkap Dr. Adian, terhadap paham relativisme yang tidak
mengakui adanya kebenaran absolut.
Diakhir materi pada malam harinya tentang `Kristen
dan Kristenisasi di Indonesia` oleh Tiar Anwar Bachtiar,Kandidat doktor sejarah
peradaban.
Beliau menyimpulkan bahwa Kristen datang dengan
kolonialisme ke Indonesia, yang mana misionaris didukung dan dibiayai oleh
pemerintahan kolonial. Tapi upaya kristenisasi kurang berhasil dan sangat sulit
pada daerah-daerah yang telah memiliki kemapanan dan Islam yang kuat, sehingga
mereka hanya sukses di daerah-daerah terpencil yang belum mendapatkan keislaman
yang intensif. Wali songo adalah representasi dari para ulama-ulama yang telah
berandil besar dalam melawan dan menjaga kolonialisasi sekaligus kristenisasi
yang datang bersamanya.
Dan dalam perjalanannya, kristenisasi lebih banyak terjadi setelah
kemerdekaan hingga saat ini, maka upaya kristenisasi harus menjadi pikiran dan
diwaspadai bersama, khususnya di daerah-daerah yang menjadi basic penyebarannya
seperi di Malang, Ambon dan lainnya.
Berbagai permasalahan yang seharian telah
dipampangkan di depan mata peserta, menjadi tugas-tugas besar yang kini
membutuhkan kepekaan dan kerjasama antar kaum Muslimin, untuk mengambil peran
dan kepemimpinan yang dapat menjaga dan
membangkitkan kembali jati diri dan kemuliaan Islam. (Laporan/ Galih)
Hari kelima kegiatan ini, disimpulkan dengan cukup
komprensif, apa yang dimaksud dengan Worldview
of Islam beserta struktur-strktur pembentuknya. Yang menjadi hal sangat
penting dimiliki kaum Muslimin dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan
dan pemikiran yang terus bergulir, khususnya yang muncul dari hegemoni
peradaban Barat sekuler yang saat ini mendominasi dan membawa nilai hidup yang
semakin mengerus aqidah Islam, serta membawa kehancuran pada berbagai ranah
kehidupan manusia (jiwa dan keyakinan)dan alam kehidupan. Menciptakan kezaliman
atau ketidak adilan dan menghilangkan hakikat tujuan hidup manusia.
Para mahasiswa yang telah mengikuti serangkaian
kegiatan ini selama beberapa hari, diharapkan akan semakin membentuk dan
berperan dalam kepemimpinan-kepemimpinan selanjutnya dari berbagai bidangnya,
untuk kelak menjadi generasi yang mengemban amanah demi kepentingan umat dan
Islam. Sebanyak 82 peserta yang terdiri dari 37 mahasiswa berbagai perguruan
tinggi di Malaysia dan 45 mahasiswa asal Indonesia tersebut sekaligus
melahirkan “Deklarasi Bogor”. Dengan bunyi resolusi:
“Menyadari betapa pentingnya untuk meneruskan Peradaban dan Tradisi Keilmuan di dunia Islam umumnya, dan alam Melayu khususnya, dan pada masa yang sama menginsafi cabaran-cabaran semasa yang bersifat benturan pandangan Alam; kami Pemuda-Pemudi Melayu dengan ini bersetuju dan bertekad:
1. Menjunjung tinggi Aqidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah sebagai asas Peradaban di Alam Melayu.
2. Menjadikan ilmu yang benar sebagai landasan gerakan Pemuda-Pemudi Melayu.
3. Menjadi pemimpin yang berlandaskan Pandangan Alam Islam.
4. Menggali kembali dan melestarikan khazanah keilmuan islam dan tradisi kesejarahan melalui karya-karya ulama sarjana masa lampau di Alam Melayu.
5. Mendokong dan menyumbang ke arah rencana pengislaman ilmu-ilmu Masa kini dalam menempatkan ilmu dan kefahaman islam sebagai landasan kegiatan ekonomi, sosial, politik, dan kebudayaan di rantau melayu.
6. Memelihara dan memperkukuhkan semula unsur-unsur kesatuan dan perpaduan rumpun melayu dari segi agama, bangsa, bahasa dan budaya.
7. Mempereratkan Ukhuwwah Ilmiah berdasarkan Adab di Antara pemuda-pemudi Melayu agar dapat mencantumkan semula tali sejarah baru dan lama, mengikat dan memperatkan semua tali perhubungan secara generasi.
Diakhir kegiatan pada malam harinya ditutup oleh
Prof.Dr. Didin Hafidhuddin (Ketua Umum BAZNAS dan guru besar IPB), Dr. Adian
Husaini (Ketua Pelaksana, Ketua Program Doktor UIKA, Mantan Ketua Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia), Prof.Dr. Moh Nor Wan Daud (Intelektual Muslim Dunia,
Direktur CASIS Malaysia), Dr. Ending Bahruddin (Rektor UIKA
Bogor) dan Dato` Shahlan (Presiden
Sekretariat Transformasi Serantau Malaysia).
0 komentar:
Post a Comment