“Tokoh-tokoh sekuler diangkat
secara dominan dalam sejarah, seolah mereka pemeran utama dalam berdirinya
Indonesia. Hal tersebut kemudian menjadi legitimasi, bahwa sekularisasi yang
saat ini terjadi, merupakan kesepakatan yang telah dimulai oleh para pendiri
negeri” ungkap Tiar Anwar Bahtiar, di hadapan sekitar 35 peserta.
Workshop “Perspektif
Islam dalam Pengajaran Sejarah” yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Peradaban
Islam (PSPI) dan Ma`had `Aly Imam al Ghazally (MAIG) Surakarta, menghadirkan Dr.
Tiar Anwar Bachtiar, M. Hum, Penasehat Jejak Islam untuk Bangsa dan Peneliti INSISTS
Jakarta, pada Sabtu 7 November 2015 di Aula Ma`had `Aly Imam al Ghazally,
Surakarta, Jawa Tengah.
Menurut Tiar, ada tiga
permasalahan yang terjadi dalam penulisan dan pengajaran sejarah di Indonesia,
yang bagi beliau tidak bebas nilai dan melayangkan cara pandang sejarawan serta
kepentingan politik pada masa tersebut. Pertama sekularisasi, yaitu sejarah
hanya dianggap sebagai hasil dari perbuatan dan pengalaman manusia yang tidak
melibatkan Tuhan di dalamnya. Kedua nativisasi, yaitu mendefinisikan kembali akar
sejarah Indonesia pada kebudayaan lama (primitif) yang berdasarkan
animisme-dinamisme. Ketiga deislamisasi, yaitu menghilangkan peran Islam dalam
sejarah Indonesia.
Beliau contohkan
misalnya, bagaimana nativisasi dan deislamisasi terjadi dalam buku materi
sejarah kelas IX yang banyak digunakan di sekolah-sekolah, menyebutkan bahwa Majapahit
yang berideologi Hindu-Budha, adalah yang pertama kali menyatukan Nusantara dan
merupakan jiwa bangsa Indonesia, sedangkan keruntuhan Majapahit dan perpecahan
yang selanjutnya terjadi, disebabkan oleh serangan kerajaan Demak, Gresik dan
Tuban yang menganut agama Islam.
Hal ini menurutnya
merupakan kebohongan dan ketidak adilan yang ditanamkan dalam sejarah
Indonesia, seperti rekayasa asal-usul manusia, yang sebenarnya tidak ilmiah dan
lebih karena pesanan ideologi.
“Banyak sekali hal-hal
yang tidak ilmiah dalam sejarah, lebih banyak karena ideologi. Ideologi apapun
selalu diperkuat dengan sejarah, dan sejarah memperkuat ideologi” jelasnya.
Peran Islam yang sangat
kuat dalam membentuk sejarah Indonesia pun, akhirnya dimentahkan dan dicurigai
sebagai kepentingan yang memperpecah belah. Hal ini memberikan tanda akan
antipati nya terhadap Islam.
“Orang Indonesia anti
terhadap Islam yang dianggap dari Arab, tapi mereka suka dan menerima dengan
sejarah yang dibuat oleh orang-orang Eropa dan Kristen” tambah Tiar, doktor jurusan
sejarah, alumni Universitas Indonesia.
Maka sangat penting menurut
Tiar Anwar Bachtiar, untuk melakukan Islamisasi dalam pengajaran sejarah, sebab
sejarah merupakan konsep pemikiran yang berkaitan dengan ideologi, dan ideologi
yang saat ini merasuki materi dan pengajaran sejarah harus digantikan dengan ideologi
yang benar, yaitu Islam. Pertama, yaitu menetapkan
tujuan-tujuan operasional pendidikan dan pengajaran sejarah dalam kerangka kepentingan pendidikan Islam.
Kedua, membuat narasi
bahan ajar sejarah yang disesuaikan dengan Islamic Worldview.
Ketiga menyiapkan guru-guru sejarah yang memiliki
visi Islam dan memahami ajaran Islam dengan baik. (Laporan/Galih)
0 komentar:
Post a Comment