Hari
pertama dalam kegiatan `Kepemimpinan Muslim Muda Indonesia-Malaysia` yang
diselenggarakan oleh Universitas Ibnu Kaldun Bogor (UIKA) bersama Sekretariat
Transformasi Serantau (STS) dan Center
for Advanced Studies on Islam (CASIS) UTM Malaysia.
Sesi pertama diawalidengan materi pada
pukul 08.00 wib dalam suasana pagi di Kota Hujan-Bogor, keadaan langsung di
panaskan oleh Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daudpendiri dan pengasas CASIS/Pusat
Studi Kajian Tinggi Islam, Universitas Teknologi Malaysia, tentang “Worldview,
Kepemimpinan dan Peradaban”, beliau membuka dengan penjelasan mendasar kepemimpinan
dan peradaban yang berasaskan padaworldview.
“Worldview
ibarat sebuah peta kehidupan yang memberikan petunjuk perjalanan kedepan”
demikian yang beliau ungkapkan, bahwa worldview
akan membimbing pribadi, keluarga hingga masyarakat luas dan negara. Ketika
peta tersebut buram, kabur atau tidak jelas. Kontras akan dipastikan menimbulkan
permasalahan pada proses perjalanannya mencapai tujuan. Bagaimana pandangan
hakiki tentang kewujudan menjadi pandangan umumnya, dan aspek utama terdapat
dalam cara pandangnya tentang dari manakita berasal? Yaitu dari sebuah penciptaan
yang kemudian menghantarkan kita pada adanya Sang Pencipta dan siapa Pencipta
tersebut? Konsep tentang Tuhan, konsep tentang
insan/manusia, konsep tentang alam, dan lainnya.
Setiap manusia memiliki sebuahworldview hasil dari pengaruh keilmuan dalam peradabannya, tapi
bisa kita lihat dan bandingkan, worldview
seperti apakah yang ilmiah dan rasional, dan sesuai untuk setiap konteksnya.
Beliau memberikan contoh, ketika
ditemukannya peti mumi Firaun, di dalamnya terdapat emas, zamrud dan lainnya. Dalam
pandangannya, mereka meyakini ada suatu kehidupan setelah ini, dan dalam
kehidupan tersebut membutuhkan suatu bekal, dalam worldview mereka.
Demikian juga Terna Cotta Warriors (Xian) Kaisar Qin
Shi Huang Ti, padatamadun Cina Kuno yang hidup pada masa 500 tahun
sebelum Nabi Isa,kononmenguburkandiribesertatentaranyakarenapercaya
mereka akan dapat abadi dan membawa pasukannya untuk menemani dan menjaga
kaisar pada waktu selanjutnya.
Lee Kwan Yew seorang manusia paling
pintar di Asia, dalam kesetiaannya pada istrinya Geok Choo yang sedang sakit,berkata “Tidakada orang yang sudahpergi/matilaludatangkembalimenanyakandirinya yang lalu”.
Islam sebagai agama yang kompleks,
memberikan konsep tentang segala kebutuhan secara komperensif yang bersumber
dari wahyu yang kemudian membentuk suatu worldview,kerangka
pandang kita terhadap segala sesuatudenganbenar.
Berbeda halnya dengan Kristen,
mereka meyakini bahwa adanya Tuhan. Tapi mereka tidak mengetahui tentang sifat
baik-buruk dalam konseptualnya, sehingga bisa kita lihat seiring perjalanannya
waktu Kristen telah mengalami sekularisasi,dan melandaskannya pada hasil
kompromi. Demikian halnya idiom kasih-sayang yang selalu mereka canangkan,
tidakbanyak dari mereka yang kemudian memperhatikan bagaimana keadaan Muslim
yang terkolonialisasi.
Islam memiliki mata rantai tradisi mutawattir, memberikan kabar yang benar
dalam konsep-konsep pembentuk worldview
Islam, yang saling berkaitan dan menjelaskan antar konsepsi lainnya. Maka
sangat salah jika kemudian ada kelompok yang mengatas namakan dirinya Islam
tapi menolak sumber ilmu dalam kabar shadiq
seperti mempersoalkan otoritas dan kemuliaan para sahabat, yang secara tidak
langsung juga memutus kabar dari Rasulullah sebagai orang yang membina dan
menelurkan ilmu-ilmu sebagai wahyu kepada para sahabat.
“Jika Abu Bakar akhlaknya rendah,
dia tidak akan diamanahi menjadi seorang khalifah” ujar Prof. Wan Mohd Nor.
Para pengamat politik dan sejarawan
barat juga sejatinya telah mengamati dan memprediksikan akan ketakutan Barat
terhadap kebangkitan Islam sebagai sebuah peradaban besar yang dulu pernah
menjatuhkan peradaban Barat beberapa kali, sebagaimana dikatakan Samuel
Huntington ilmuan politik dari Harvard University yang dikenal sebagai
penasehat utama politik Gedung Putih dalam bukunyaThe Clash of Civilazations, demikian juga yang diungkapkan oleh
Bernard Lewis (1999) dan Basil Mathews (1926).
Berbagai konsep-konsep,
gagasan-gagasan yang saling berbenturan, menanamkan pemahaman dan pembentukan
aqidah pada masyarakat luas. Sedang Barat meletakkan keilmuan dan konsepsi yang
dibangunnya dari keterlepasan dengan asas metafisik, tentang adanya Sang Khaliqdi belakang setiap materi dan
hukum yang berlaku, pada sebuah rasio dan spekulasi filosofis.
Pada materi kedua beliau memaparkan
tentang ‘Unsur-unsur Kesatuan Alam Melayu’. Beliau menegaskan akan pentingnya
sesuatu yang menyatukan kita, bukan sesuatu yang justru menyekat dan mengkotak.
Khususnya di alam Melayu, hal pertama yang menyatukan adalah bahasa, peranan utama bahasa yang kita
kenal membawa sebuah pemahaman dan makna.
Jika di tilik
bagaimana para ulama dan tokoh-tokoh Muslim yang menyebarkan agama Islam di
wilayah Melayu memulakan diri berdakwah dengan menggunakan bahasa Melayu
dan mulai mengislamisasi bahasa tersebut
dengan memasukkan kosa kata dan makna Islam.
Ketika itu orang mengenal bahwa seorang Melayu
pastilah seorang Muslim, sebagaimana juga diungkapkan sebelumnya oleh Dr. Adian
Husaini bahwa seorang Cina Muslim, India Muslim ataupun Eropa Muslim ketika ia
hidup di alam Melayu maka ia adalah seorang Melayu. Demikian sebenarnya
beberapa hal yang hakikatnya dapat menyatukan kita dalam orientasi utamanya di
wilayah Asia, yang kini telah masuk dalam prasyarat dan distortasi Barat dalam
pengalihan sejarah.
Pada sesi selanjutnya setelah coffe break, peserta di arahkan sesuai kelompoknya untuk kemudian
di berikan refleksi dari hasil materi yang didapatkan.
Kelompok Abdurrahman bin Auf dan Zaid bin Tsabit,
berkesempatan dengan Wan Mohd Aimran, yang mengulas tentang kata-kata kunci
yang banyak didapatkan, dan menjelaskan dengan lebih mendalam tentang
sekularisasi, yaituDisenchantment of
Nature, Desacralization of Politics,
dan Deconrecration of Values.
Pukul 13.15 wib materi dilanjutkandengan tema
‘Kesatuan & Perpecahan Serantau: Mazhab, Extremisme, Syi`ah`. Pada
kesempatan ini dijelaskan problematika internal umat Islam yang berperan utama
dalam menciptakan kondisi kekalahan.
Pentingnya kesatuan dan bahaya perpecahan’ yang
dijelaskan oleh Dr. Wan Suhaimi Wan Abdullah, terjadi dalam diri umat Islam
secara tidak sadar, akibat keruntuhan otoritas dan perpecahan antar madzhab,
belum lagi dengan adaanya propaganda Barat.
Dr. Nirwan Syafrin menambahkan secara historis
terbentuknya berbagai kelompok yang mengakibatkan dekonstruksi Islam, pada masa
klasik dan kontemporer, dengan sebab dan akibatnya.
Serentak kemudian banyak peserta yang melambaikan
tangan, memberikan kesan dan pertanyaan, untuk kedua pemateri.
`Case Study:
Hubungan Malaysia-Indonesia` yang dibawakan oleh Datuk Shahlan IsmailPresiden
Sekretariat Transformasi Serantau (STS) pada pukul 16.00 wib, merefleksikan
bagaimana banyak kesatuan, persamaan dan kekuatan yang dapat dibentuk
Indonesia-Malaysia sejak lama, yang kemudian tereduksi dan tertutupi oleh
segelintir konflik kecil dari berbagai wacana dan opini yang dibuat oleh para
pendengki.
Beliau
membawa kita kepada kerinduan pada alam melayu sembari bernostalgia dengan
lirik lagu dan karya para tokoh Melayu. Kerajaan-kerajaan Islam yang terbangun
di alam Melayu dengan mudah terisolasi dari keilmuan, akibat kolonialisasi oleh
Portugis, Inggris dan Belanda.
Satu
keyakinan yang beliau tanamkan akan tibanya suatu masa kesatuan dan kebangkitan
khususnya di alam Melayu di saat akan datang. Tapi beliau berpesan “Kita harus
tahu kekuatan dan keilmuan kita saat ini” Apakah sudah layak dan pantaskah kita
mendapatkan kemenangan? Sembari mengutip surat Al `Ankabut ayat 2, apakah
mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan,”Kami telah beriman, sedang
mereka tidak diuji?”.
Materi akhir
pada hari kedua dalam kegiatan `Kepemimpinan Muslim Muda Indonesia-Malaysia`
berlangsung pada pukul 20.00 hingga 22.30 wib yang disertai dengan refleksi
diakhir.
`Islam dalam
Peta Politik Asia Tenggara dan Pasifik` oleh Dr. Mohd Farid Mohd Shahran dan
Adnin Armas, MA selaku Direktur INSIST.
Dr. Farid
Shahran menjelaskan akan kepemimpinan yang merupakan masalah besar dalam dunia
Islamserta politik yang menjadi satu dimensi dinamik dalam sistem kehidupan. Rasulullah datang
membawa agama dan politik untuk mengatur segala aspek kehidupan. Dan dapat kita
tinjau dalam kronologi peradaban Islam, adanya golongan ulama dan umara` yang menjalankan
peranan.
Tapi satu
hal fundamental akan permasalahan pemimpin atau kepemimpinan adalah akibat
kekeliruan dan kerusakan keilmuannya yang menghasilkan ketidak pahaman seorang
pemimpin dalam mengurusi dan melayani umat, sesuai
dengan yang diperintahkan dan disunnahkan.
Hanya agama
Islam yang masih bisa bertahan dan melawan peradaban sekular, Adnin Armas dalam
tambahannya, “adapun demokrasi yang berlangsung saat ini, harus diletakkan di
bawah kepentingan Islam, untuk menegaskan perbedaan bukan menyamakan perbedaan”.
0 komentar:
Post a Comment