Jul 27, 2016

KMMI 1



Hari pertama dalam kegiatan `Kepemimpinan Muslim Muda Indonesia-Malaysia` yang diselenggarakan oleh Universitas Ibnu Kaldun Bogor (UIKA) bersama Sekretariat Transformasi Serantau (STS) dan Center for Advanced Studies on Islam (CASIS) UTM Malaysia.
            Sesi pertama diawalidengan materi pada pukul 08.00 wib dalam suasana pagi di Kota Hujan-Bogor, keadaan langsung di panaskan oleh Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daudpendiri dan pengasas CASIS/Pusat Studi Kajian Tinggi Islam, Universitas Teknologi Malaysia, tentangWorldview, Kepemimpinan dan Peradaban”, beliau membuka dengan penjelasan mendasar kepemimpinan dan peradaban yang berasaskan padaworldview.
            Worldview ibarat sebuah peta kehidupan yang memberikan petunjuk perjalanan kedepan” demikian yang beliau ungkapkan, bahwa worldview akan membimbing pribadi, keluarga hingga masyarakat luas dan negara. Ketika peta tersebut buram, kabur atau tidak jelas. Kontras akan dipastikan menimbulkan permasalahan pada proses perjalanannya mencapai tujuan. Bagaimana pandangan hakiki tentang kewujudan menjadi pandangan umumnya, dan aspek utama terdapat dalam cara pandangnya tentang dari manakita berasal? Yaitu dari sebuah penciptaan yang kemudian menghantarkan kita pada adanya Sang Pencipta dan siapa Pencipta tersebut? Konsep tentang Tuhan, konsep tentang  insan/manusia, konsep tentang alam, dan lainnya.
Setiap manusia memiliki sebuahworldview hasil dari pengaruh keilmuan dalam peradabannya, tapi bisa kita lihat dan bandingkan, worldview seperti apakah yang ilmiah dan rasional, dan sesuai untuk setiap konteksnya.
            Beliau memberikan contoh, ketika ditemukannya peti mumi Firaun, di dalamnya terdapat emas, zamrud dan lainnya. Dalam pandangannya, mereka meyakini ada suatu kehidupan setelah ini, dan dalam kehidupan tersebut membutuhkan suatu bekal, dalam worldview mereka.
            Demikian juga Terna Cotta Warriors (Xian) Kaisar Qin Shi Huang Ti, padatamadun Cina Kuno yang hidup pada masa 500 tahun sebelum Nabi Isa,kononmenguburkandiribesertatentaranyakarenapercaya mereka akan dapat abadi dan membawa pasukannya untuk menemani dan menjaga kaisar pada waktu selanjutnya.
            Lee Kwan Yew seorang manusia paling pintar di Asia, dalam kesetiaannya pada istrinya Geok Choo yang sedang sakit,berkata “Tidakada orang yang sudahpergi/matilaludatangkembalimenanyakandirinya yang lalu”.
            Islam sebagai agama yang kompleks, memberikan konsep tentang segala kebutuhan secara komperensif yang bersumber dari wahyu yang kemudian membentuk suatu worldview,kerangka pandang kita terhadap segala sesuatudenganbenar.
            Berbeda halnya dengan Kristen, mereka meyakini bahwa adanya Tuhan. Tapi mereka tidak mengetahui tentang sifat baik-buruk dalam konseptualnya, sehingga bisa kita lihat seiring perjalanannya waktu Kristen telah mengalami sekularisasi,dan melandaskannya pada hasil kompromi. Demikian halnya idiom kasih-sayang yang selalu mereka canangkan, tidakbanyak dari mereka yang kemudian memperhatikan bagaimana keadaan Muslim yang terkolonialisasi.
            Islam memiliki mata rantai tradisi mutawattir, memberikan kabar yang benar dalam konsep-konsep pembentuk worldview Islam, yang saling berkaitan dan menjelaskan antar konsepsi lainnya. Maka sangat salah jika kemudian ada kelompok yang mengatas namakan dirinya Islam tapi menolak sumber ilmu dalam kabar shadiq seperti mempersoalkan otoritas dan kemuliaan para sahabat, yang secara tidak langsung juga memutus kabar dari Rasulullah sebagai orang yang membina dan menelurkan ilmu-ilmu sebagai wahyu kepada para sahabat.
            “Jika Abu Bakar akhlaknya rendah, dia tidak akan diamanahi menjadi seorang khalifah” ujar Prof. Wan Mohd Nor.
            Para pengamat politik dan sejarawan barat juga sejatinya telah mengamati dan memprediksikan akan ketakutan Barat terhadap kebangkitan Islam sebagai sebuah peradaban besar yang dulu pernah menjatuhkan peradaban Barat beberapa kali, sebagaimana dikatakan Samuel Huntington ilmuan politik dari Harvard University yang dikenal sebagai penasehat utama politik Gedung Putih dalam bukunyaThe Clash of Civilazations, demikian juga yang diungkapkan oleh Bernard Lewis (1999) dan Basil Mathews (1926).
            Berbagai konsep-konsep, gagasan-gagasan yang saling berbenturan, menanamkan pemahaman dan pembentukan aqidah pada masyarakat luas. Sedang Barat meletakkan keilmuan dan konsepsi yang dibangunnya dari keterlepasan dengan asas metafisik, tentang adanya Sang Khaliqdi belakang setiap materi dan hukum yang berlaku, pada sebuah rasio dan spekulasi filosofis.
            Pada materi kedua beliau memaparkan tentang ‘Unsur-unsur Kesatuan Alam Melayu’. Beliau menegaskan akan pentingnya sesuatu yang menyatukan kita, bukan sesuatu yang justru menyekat dan mengkotak. Khususnya di alam Melayu, hal pertama yang menyatukan  adalah bahasa, peranan utama bahasa yang kita kenal membawa sebuah pemahaman dan makna.
 Jika di tilik bagaimana para ulama dan tokoh-tokoh Muslim yang menyebarkan agama Islam di wilayah Melayu memulakan diri berdakwah dengan menggunakan bahasa Melayu dan  mulai mengislamisasi bahasa tersebut dengan memasukkan kosa kata dan makna Islam.
Ketika itu orang mengenal bahwa seorang Melayu pastilah seorang Muslim, sebagaimana juga diungkapkan sebelumnya oleh Dr. Adian Husaini bahwa seorang Cina Muslim, India Muslim ataupun Eropa Muslim ketika ia hidup di alam Melayu maka ia adalah seorang Melayu. Demikian sebenarnya beberapa hal yang hakikatnya dapat menyatukan kita dalam orientasi utamanya di wilayah Asia, yang kini telah masuk dalam prasyarat dan distortasi Barat dalam pengalihan sejarah.
Pada sesi selanjutnya setelah coffe break, peserta di arahkan sesuai kelompoknya untuk kemudian di berikan refleksi dari hasil materi yang didapatkan.
Kelompok Abdurrahman bin Auf dan Zaid bin Tsabit, berkesempatan dengan Wan Mohd Aimran, yang mengulas tentang kata-kata kunci yang banyak didapatkan, dan menjelaskan dengan lebih mendalam tentang sekularisasi, yaituDisenchantment of Nature, Desacralization of Politics, dan Deconrecration of Values.
Pukul 13.15 wib materi dilanjutkandengan tema ‘Kesatuan & Perpecahan Serantau: Mazhab, Extremisme, Syi`ah`. Pada kesempatan ini dijelaskan problematika internal umat Islam yang berperan utama dalam menciptakan kondisi kekalahan.
Pentingnya kesatuan dan bahaya perpecahan’ yang dijelaskan oleh Dr. Wan Suhaimi Wan Abdullah, terjadi dalam diri umat Islam secara tidak sadar, akibat keruntuhan otoritas dan perpecahan antar madzhab, belum lagi dengan adaanya propaganda Barat.
Dr. Nirwan Syafrin menambahkan secara historis terbentuknya berbagai kelompok yang mengakibatkan dekonstruksi Islam, pada masa klasik dan kontemporer, dengan sebab dan akibatnya.
Serentak kemudian banyak peserta yang melambaikan tangan, memberikan kesan dan pertanyaan, untuk kedua pemateri.
`Case Study: Hubungan Malaysia-Indonesia` yang dibawakan oleh Datuk Shahlan IsmailPresiden Sekretariat Transformasi Serantau (STS) pada pukul 16.00 wib, merefleksikan bagaimana banyak kesatuan, persamaan dan kekuatan yang dapat dibentuk Indonesia-Malaysia sejak lama, yang kemudian tereduksi dan tertutupi oleh segelintir konflik kecil dari berbagai wacana dan opini yang dibuat oleh para pendengki.
Beliau membawa kita kepada kerinduan pada alam melayu sembari bernostalgia dengan lirik lagu dan karya para tokoh Melayu. Kerajaan-kerajaan Islam yang terbangun di alam Melayu dengan mudah terisolasi dari keilmuan, akibat kolonialisasi oleh Portugis, Inggris dan Belanda.
Satu keyakinan yang beliau tanamkan akan tibanya suatu masa kesatuan dan kebangkitan khususnya di alam Melayu di saat akan datang. Tapi beliau berpesan “Kita harus tahu kekuatan dan keilmuan kita saat ini” Apakah sudah layak dan pantaskah kita mendapatkan kemenangan? Sembari mengutip surat Al `Ankabut ayat 2, apakah mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan,”Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji?”.
Materi akhir pada hari kedua dalam kegiatan `Kepemimpinan Muslim Muda Indonesia-Malaysia` berlangsung pada pukul 20.00 hingga 22.30 wib yang disertai dengan refleksi diakhir.
`Islam dalam Peta Politik Asia Tenggara dan Pasifik` oleh Dr. Mohd Farid Mohd Shahran dan Adnin Armas, MA selaku Direktur INSIST.
Dr. Farid Shahran menjelaskan akan kepemimpinan yang merupakan masalah besar dalam dunia Islamserta politik yang menjadi satu dimensi dinamik dalam sistem kehidupan. Rasulullah datang membawa agama dan politik untuk mengatur segala aspek kehidupan. Dan dapat kita tinjau dalam kronologi peradaban Islam, adanya golongan ulama dan umara` yang menjalankan peranan.
Tapi satu hal fundamental akan permasalahan pemimpin atau kepemimpinan adalah akibat kekeliruan dan kerusakan keilmuannya yang menghasilkan ketidak pahaman seorang pemimpin dalam mengurusi dan melayani umat, sesuai dengan yang diperintahkan dan disunnahkan.
Hanya agama Islam yang masih bisa bertahan dan melawan peradaban sekular, Adnin Armas dalam tambahannya, “adapun demokrasi yang berlangsung saat ini, harus diletakkan di bawah kepentingan Islam, untuk menegaskan perbedaan bukan menyamakan perbedaan”.
Satu hari dalam rangkaian materi kegiatan yang cukup penuh dan berpengaruh, membentuk keilmuan dan kepribadian peserta, untuk melihat berbagai kepentingan yang seharusnya di letakkan di bawahworldviewdan kepentingan Islam.

0 komentar:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Walgreens Printable Coupons