Aug 23, 2015

pengkaburan makna ibrahim


Wacana keagamaan dewasa ini semakin digiring pada sebuah kesepakatan dengan dalih keadilan dan relativisme kebenaran, yang nampaknya membawa angin baru untuk semakin mendamaikan dan membuka celah kesamaan terhadap agama-agama.
            Salah satunya adalah wacana tentang `Abrahamic Faiths` yang berarti agama-agama Ibrahim a.s, atau yang sering diterjemah dan disamakan dengan Millah Ibrahim, yang cukup familiar di kalangan Muslim.
Term atau istilah `Abrahamic Faiths` di kalangan pemerhati pemikiran sudah populer sejak tahun tujuh puluhan. Yakni, ketika Akademi Agama-Agama Amerika (American Academy of Religion/ ARR) mengadakan konferensi yang dihadiri tokoh-tokoh besar dunia dari agama Yahudi, Kristen, dan Islam di New York pada 1979.[1] Dan mulai populer di dunia Islam setelah tahun 1986, setelah The International Institute of Islamic Thought (IIIT) menerbitkan sebuah buku berjudul Trialogue of the Abrahamic Faiths atau “Trialog antar Agama-agama Ibrahim”, sejak itulah term ini terus diwacanakan dan menjadi konsumsi oleh kelompok-kelompok mahasiswa Islam.[2]
Istilah ini digunakan untuk mensejajarkan dan menyamakan  bahwa agama Islam, Yahudi dan Kristen merupakan agama samawi atau agama yang turun dari langit, karena memiliki akar ajaran yang sama dengan yang dibawa oleh Nabi Ibrahim a.s sebagai pelanjut millah Ibrahim. Dengan mengganggap bahwa perbedaan diantara ketiga agama ini merupakan khilafiyah dalam masalah furu`iyah, sebagaimana perbedaan fiqih antar madzhab di dalam Islam. Bukan sebuah perbedaan fundamental dan ushul yang perlu dipersoalkan.
Azyumardi Azra Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dikenal sebagai pemikir liberal, hadir dalam konferensi serupa pada 21-24 Oktober 2007 yang diselenggarakan oleh Hardvard University bertema “Children of Abraham: A Trialogue of Civilization” , menulis pada kolom Republika 8 November 2007 “Dalam makalah berjudul Trialogue of Abrahamic Faiths: Towards the Alliance of Civilizations”, “saya melihat `Abrahamic Faiths` yang dalam Al Qur`an disebut sebagai `millah ibrahim` memiliki banyak kesamaan dan afinitas; lebih dari itu ketiganya juga berbagi sejarah yang sama. Tetapi, tentu saja, masing-masing agama Nabi Ibrahim tersebut unik dalam dirinya sendiri. Lagipula para penganut ketiga agama itu ibarat kakak-adik, juga terlibat dalam persaingan, kecemburuan, konflik dan bahkan perang.”[3]
Seyyed Hossen Nasr seorang pemikir pluralis beraliran Syiah juga bersepakat dengan gagasan ini, dalam bukunya Ideals and Realities of Islam berargumen bahwa Nabi Ibrahim a.s adalah simbol bagi agama-agama samawi. Ia merupakan titik penghubung antara agama Yahudi, Kristen dan Islam. Sejarah agama-agama tersebut semuanya bermuara kepada Nabi Ibrahim a.s, dan menyebutnya sebagai simbol agama monoteisme.[4]
            Gagasan ini tentunya sangat perlu untuk ditinjau lebih dalam, sebab term atau istilah ini telah dibawa dan dipopulerkan oleh kalangan pluralis yang berusaha melakukan pendekatan agama-agama dengan tujuan liberalisasi agama. Sebagai hasilnya adalah seperti yang terjadi di sebuah perguruan tinggi Islam ternama di Yogyakarta. Komunitas yang biasanya menggunakan lambang agama Bintang David, Salib dan Bulan Sabit yang melambangkan makna abrahamic faiths. Mereka merasa bebas untuk berpindah-pindah pada ketiga agama ini, hari ini Yahudi, besok Islam dan lusa Kristen, karena menganggap Islam, Yahudi dan Kristen sebagai satu kelompok agama yang berasal dari Allah. [5]
Teori abrahamic faiths ini memberikan titik sentral kepada Nabi Ibrahim as sebagai seorang yang digelari dengan bapak para nabi, karena dari keturunannya melahirkan nabi-nabi.
            Maka dengan dasar tersebut mereka membangun teori abrahamic faiths melalui dua asumsi, Pertama asumsi historis (kesejarahan), bahwa agama Yahudi , Kristen dan Islam bermula dari sosok Nabi Ibrahim. Karena, dari anak-anak Nabi Ibrahim inilah agama-agama tersebut lahir. Nabi Ishak, anak Nabi Ibrahim menurunkan bani Israel. Dari nabi-nabi keturunan bani Israel inilah melahirkan agama Yahudi dan Kristen. Sedangkan agama Islam, dibawa oleh Nabi Muhammad jalur nasabnya bersambung kepada anak Nabi Ibrahim yang bernama Nabi Isma’il.[6]
            Kedua asumsi teologis, bahwa oknum Tuhan ketiga agama tersebut adalah sama, meski terdapat perbedaan penyebutan nama Tuhannya. Tuhan Yahweh (Tuhan agama Yahudi), Yesus (Kristen), dan Allah (Islam), adalah tuhan-tuhan yang disembah oleh Nabi Ibrahim. Yang dianggap hanya sebagai perbedaan ijtihad masing-masing dalam penyebutannya.[7]

Hanya Islam Millah Ibrahim
            Istilah millah bisa disamakan dengan din, yakni ajaran yang diturunkan Allah kepada para nabi. Namun jika dianalisis lebih dalam, dalam Al Qur`an atau di dalam teks-teks turats, kata millah tidak diidhafahkan atau disandarkan kecuali kepada para nabi, dan tidak ada yang diidhafahkan kepada Allah. Sedang kata diin biasanya diidhafahkan kepada Allah, juga kepada seseorang. Yang menunjukkan pengertian diin lebih luas dan dalam daripada millah. Makna ini sesuai dengan konsep bahwa syari`at umat terdahulu akan selalu disempurnakan oleh nabi setelahnya. Maka dalam konteks ini tepatlah bila Islam disebut diin yang berarti agama, sebab ia merupakan penyempurna bagi syari`at nabi-nabi sebelumnya dan berlaku final, yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Sedang millah lebih cenderung berpengertian ajaran, ajaran Nabi Ibrahim yang berisi Tauhid.[8]
“Dan siapakah yang lebih baik din nya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti millah Ibrahim yang hanif.”(QS.4:125)
“Ibrahim bukanlah Yahudi dan Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang hanif dan Muslim, dan dia bukanlah orang musyrik.”(QS. 3:67)
            Dalam pandangan Islam, agama-agama yang diturunkan dan dibawa oleh utusan Allah, memiliki mata rantai dan kesatuan substansi, sebagaimana yang disebutkan dalam Al Qur`an.
“Dia telah mensyariatkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama) -Nya orang yang kembali (kepada-Nya).”(QS. Asy Syura: 13)
Dan sebagaimana juga disebutkan dalam hadist Rasulullah Saw.

“Kami semua nabi-nabi, agama kami sama, aku orang yang paling dekat kepada
putera Maryam, karena tidak ada satu pun nabi antara aku dan dia.” (HR.Bukhari & Muslim)
“Nabi-nabi adalah bersaudara, agama mereka satu meskipun ibu-ibu mereka
berlainan.” (HR. Bukhari & Muslim)
Demikian juga yang dikabarkan secara lebih spesifik bahwa agama para nabi memiliki identitas dan misi yang serupa, dan mereka adalah termasuk seorang yang patuh dan berserah diri (Muslim). Agama nabi Nuh a.s (QS.Yunus 71-72). Agama Nabi Ibrahim a.s dan anak cucunya, Ismail, Ishaq, Yakub (QS. Al Baqarah: 128, Al Baqarah: 131-133). Agama Nabi Yusuf a.s (QS.Yusuf: 101). Agama Nabi Musa a.s (QS. Al A`raf: 126). Agama Nabi Sulaiman a.s (QS. Al Naml: 44). Agama Nabi Isa dan Bani Israel (QS. Al Imran:52, QS.Al Maidah:111). Agama Nabi Muhammad Saw (QS. Al An`am:14, QS. Al An`am:162-163).
Meskipun hanya agama Nabi Muhammad Saw yang disebut secara langsung yaitu Islam (QS.3:19,85), nama Rabbnya adalah Allah dan mereka adalah Muslim. Ibnu Tamiyyah dalam bukunya Al-Jawab al-Shahih li-man Badala Din al-Masih menyebut agama para nabi sebelumnya sebagai Al-Islam al-Amm (Islam universal), karena memiliki esensi yang sama dengan yang dibawa oleh Rasulullah Saw.[9] Atau dalam Al Qur`an disebutkan sebagai agama Tauhid, din al-Fitrah atau din al-Qayyim. Sebab antara din al-fitrah atau din al-Qayyim dengan agama Islam itu mengajarkan tiga hal pokok, yaitu mengajak menyembah kepada Allah tanpa menyekutukannya, menegaskan kebenaran yang telah diajarkan oleh para nabi terdahulu, serta menegaskan kebenaran final ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.[10] Yang meskipun memiliki perbedaan dalam masalah syari`at, namun kemudian disempurnakan oleh agama Islam.


Bukan Millah Ibrahim
Agama Yahudi dan Kristen yang dikatakan sebagai agama pelanjut ajaran Nabi Ibrahim atau sebagai agama samawi adalah tidak benar. Sebab nama agama Yahudi dan Kristen sendiri sebelumnya tidak pernah dikenal dan tidak diberikan oleh nabi yang diklaim sebagai pembawanya tersebut. Ia merupakan nama yang diberikan oleh pengamat keagamaan atau manusia.[11] Kristen berasal dari nama Kristus (Yunani:Kristos), yang artinya juru selamat (dalam bahasa Ibrani disebut sebagai Messiah), sedang “Nasrani” menunjuk pada nama tempat, Nazareth.[12] Dan yang diakui oleh Michael H.Hart, bahwa Paulus lah yang sesungguhnya mendirikan agama Kristen.[13] Demikian juga Yahudi (Judaisme) yang baru abad ke 19 muncul sebagai istilah untuk menyebut satu agama. Pilkington menceritakan dalam bukunya Judaism, bahwa pada tahun 1937 rabbi-rabbi di Amerika sepakat mendefinisikan “Judaism is the historical religious experience of the jewish people. Bahwa agama Yahudi adalah agama sejarah, penamaan dan ritualnya dibentuk oleh sejarah.[14]
Dalam aspek teologi atau ketuhanan. Konsep Tauhid dalam Islam juga tidak bisa disepadankan dengan monoteisme dalam Yahudi atau Kristen. Tauhid dalam Islam adalah keesaan hanya kepada Allah dengan segala konsekuensinya. Tidak berarti jika menyembah satu itu disebut tauhid. Jika orang menyembah Tuhan yang satu, tetapi `yang satu` itu adalah Fir`aun, maka tidak bertauhid. Iblis pun tidak bertauhid dan kafir, karena menolak tunduk kepada Allah, meskipun dia mengakui Allah sebagai satu-satunya Tuhan, namun ingkar.
Yahudi mengalami problem dan masih berspekulasi tentang Tuhan. Harold Bloom dalam bukunya Jesus and Yahweh, mengatakan bahwa “nama Tuhan Israel yang tidak pernah bisa diketahui bagaimana mengucapkannya”. Senada dengan D.L. Baker, Freedman, dan Abbas Mahmud al-Aqqad. [15]  Simbol YHWH yang disebut Yahweh masih bersifat dugaan, dan tidak diketahui secara pasti apakah itu nama Tuhan Nabi Musa atau tidak. Sedang Ahmad Syalabi, pakar perbandingan agama, juga mengatakan bahwa tradisi penyembahan agama Yahudi dipengaruhi oleh bangsa Kan’an, yaitu bangsa yang dahulu mendiami wilayah Palestina.[16]
Doktrin teologi Kristen juga sepanjang sejarah mengalami pergeseran dan perdebatan. Ia tidaklah tersusun semasa Nabi Isa, tetapi beratus tahun sesudahnya pada Konsili Nicea tahun 325 M. yang dideklarasikan oleh Kaisar Konstantine, serta menjadikan Roma sebagai pusat resmi Christian ortdodoxy.[17] Yang dikatakan Al Attas sebagai lambang permulaan westernisasi Kristen (pemindahan Kristen dari pusatnya di Yerussalem ke Romawi) dan penyerapan unsur-unsur Barat (sekularisasi).[18]. Sehingga memunculkan banyak reaksi dan kontroversi dalam Kekristenan sendiri seperti yang diungkap Thomas Aquinas seorang pemikir Kristen “Bahwa Tuhan adalah tiga dan satu hanya bisa dipahami dengan keyakinan, dan tidaklah mungkin hal ini bisa dibuktikan secara demonstratif dengan akal” Sebagai tanggapan bahwa konsep Trinitas yang dibagun tidak akan mungkin dipahami secara rasional.[19] Kristen juga tidak mengenal nama Tuhan mereka, dan menyebut Tuhannya sebagai “God” atau “Lord”, dan dapat berubah sesuai dengan konteks terjemahnya.[20] Hal mendasar ini pula yang melanda berbagai agama, sebagaimana Dr. C. Groenen Ofm, seorang teolog Belanda menyebut, “seluruh permasalahan kristologi di dunia Barat berasal dari kenyataan bahwa di dunia Barat, Tuhan menjadi satu problem.”[20]
Selain itu dalam historisnya, orang Yahudi mengklaim Nabi Ibrahim merupakan bapak bagsa ibrani/ Israel yang dijanjikan tanah oleh Tuhan di Negeri Kan`an, karena kejujurannya kepada Tuhan. Dengan itu mereka melegitimasi kepemilikannya pada wilayah Palestina dan sekitarnya. Mereka adalah keturunan Ibrahim dari jalur Ishak dan Ya`kub, yang memiliki doktrin sebagai umat terpilih (The Divine Chosennes), bangsa pilihan Tuhan yang berhak mewarisi tradisi Nabi Ibrahim, dan bangsa-bangsa lain diciptakan untuk melayani bangsa Israel. Sedangkan dalam doktrin kristen, Nabi Ibrahim a.s diposisikan sebagai kakek tertinggi Yesus Kristus. Ia merupakan bapak seluruh umat Kristiani, karena doktrin Kristen mengajarkan bahwa seluruh orang Kristen adalah `anak` Yesus Kristus. Yang sulit dipahami adalah Yesus sebagai Tuhan orang Kristiani memiliki garis keturunan dengan seorang manusia (Nabi Ibrahim a.s).[21] Karena bagi orang Barat kebenaran itu, atau Tuhan itu sendiri, telah menjelma dalam diri manusia, dalam waktu dan sejarah.[22] Sehingga saat ini mereka lebih mengedepankan pemikiran manusia dalam menentukan berbagai halnya, sebagaimana Yesus telah mengalami hidup di dunia.
Maka dipahami dari perbedaan mendasar tersebut, dan ditelusuri dari banyaknya pertentangan yang disebutkan di dalam Al Qur`an maupun dalam kitab dan sejarah mereka sendiri. Yahudi dan Kristen bukanlah agama samawi, ia merupakan agama budaya, yang mengalami perkembangan dan perubahan sesuai dengan konteks kebutuhan dan kepentingan pada masanya. Dan tidaklah tepat jika Islam disejajarkan pada kelompok agama tersebut dengan term abrahamic faith yang bermakna jamak, atau ada banyak agama Ibrahim. Padahal millah Ibrahim hanya satu, yaitu agama Tauhid, oleh karenanya hanyalah Islam pelanjut millah Ibrahim dan millah nabi-nabi sebelumnya.(Galih)

Daftar Pustaka
[1] Kholili Hasib, Kritik Atas Konsep Abrahamic Faiths dalam Sudi Agama (Ponorogo:CIOS,2010) Hal.1
[2] Adian Husaini, Membendung Arus Liberalisme di Indonesia (Jakarta:Al Kautsar,2009) Hal.295
[3] Ibid Hal.296
[4] Kholili Hasib, Konsep Abrahamic Faiths dalam Pemikiran Seyyed Hossein Nasr, Jurnal Islamia, 2012 Vol.VI Hal.58
[5] Kholili Hasib, Kritik Atas Konsep Abrahamic Faiths dalam Sudi Agama (Ponorogo:CIOS,2010) Hal.x
[6] Kholili Hasib, Kritik Atas Konsep Abrahamic Faiths dalam Sudi Agama (Ponorogo:CIOS,2010) Hal.x
[7] Kholili Hasib, Kritik Atas Konsep Abrahamic Faiths dalam Sudi Agama (Ponorogo:CIOS,2010) Hal.xi
[8] Kholili Hasib, Kritik Atas Konsep Abrahamic Faiths dalam Sudi Agama (Ponorogo:CIOS,2010) Hal.8-9
[9] Anis Malik Toha, Konsep Nabi dan Wahyu dalam Islam, Makalah Kuliah Peradaban, 2007, Hal.10
[10] Kholili Hasib, Rancunya Wacana Agama Samawi
[11] Adian Husaini, Islam Agama Wahyu (Jakarta:INSISTS, 2011) Hal. 59
[12] Adian Husaini, Membendung Arus Liberalisme di Indonesia (Jakarta:Al Kautsar,2009) Hal.133
[13] Kholili Hasib, Kritik Atas Konsep Abrahamic Faiths dalam Sudi Agama (Ponorogo:CIOS,2010) Hal.15
[14] Adian Husaini, Membendung Arus Liberalisme di Indonesia (Jakarta:Al Kautsar,2009) Hal.133
[15] Adian Husaini, Islam Agama Wahyu (Jakarta:INSISTS, 2011)  Hal.21
[16] Kholili Hasib, Rancunya Wacana Agama Samawi
[17] Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat (Jakarta:GIP, 2008) Hal.49
[18]. Syed Muhammad Naquib al-Attas,Islam dan Sekularisme terj. Khalif Muammar, (Bandung : PIMPIN, 2010), hal.24
[19] Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat (Jakarta:GIP, 2008) Hal.49
[20] Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat (Jakarta:GIP, 2008) Hal.46
[21] Kholili Hasib, Konsep Abrahamic Faiths dalam Pemikiran Seyyed Hossein Nasr, Jurnal Islamia, 2012 Vol.VI Hal.5-7
[22] Syed Muhammad Naquib al-Attas,Islam dan Sekularisme terj. Khalif Muammar, (Bandung : PIMPIN, 2010), hal.24

0 komentar:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Walgreens Printable Coupons