Wacana keagamaan dewasa ini semakin digiring pada sebuah kesepakatan dengan dalih keadilan dan relativisme kebenaran, yang nampaknya membawa angin baru untuk semakin mendamaikan dan membuka celah kesamaan terhadap agama-agama.
Salah satunya adalah wacana tentang `Abrahamic Faiths` yang berarti agama-agama Ibrahim a.s, atau yang
sering diterjemah dan disamakan dengan Millah Ibrahim, yang cukup familiar di
kalangan Muslim.
Term atau istilah `Abrahamic Faiths` di kalangan pemerhati
pemikiran sudah populer sejak tahun tujuh puluhan. Yakni, ketika Akademi
Agama-Agama Amerika (American Academy of
Religion/ ARR) mengadakan konferensi yang dihadiri tokoh-tokoh besar dunia
dari agama Yahudi, Kristen, dan Islam di New York pada 1979.[1] Dan mulai
populer di dunia Islam setelah tahun 1986, setelah The International Institute
of Islamic Thought (IIIT) menerbitkan sebuah buku berjudul Trialogue of the Abrahamic Faiths atau “Trialog antar Agama-agama
Ibrahim”, sejak itulah term ini terus diwacanakan dan menjadi konsumsi oleh
kelompok-kelompok mahasiswa Islam.[2]
Istilah
ini digunakan untuk mensejajarkan dan menyamakan bahwa agama Islam, Yahudi dan Kristen
merupakan agama samawi atau agama yang turun dari langit, karena memiliki akar
ajaran yang sama dengan yang dibawa oleh Nabi Ibrahim a.s sebagai pelanjut
millah Ibrahim. Dengan mengganggap bahwa perbedaan diantara ketiga agama ini
merupakan khilafiyah dalam masalah furu`iyah, sebagaimana perbedaan fiqih
antar madzhab di dalam Islam. Bukan sebuah perbedaan fundamental dan ushul yang
perlu dipersoalkan.
Azyumardi
Azra Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dikenal sebagai pemikir
liberal, hadir dalam konferensi serupa pada 21-24 Oktober 2007 yang
diselenggarakan oleh Hardvard University bertema “Children of Abraham: A Trialogue of Civilization” , menulis pada
kolom Republika 8 November 2007 “Dalam makalah berjudul Trialogue of Abrahamic
Faiths: Towards the Alliance of Civilizations”, “saya melihat `Abrahamic Faiths` yang dalam Al Qur`an
disebut sebagai `millah ibrahim` memiliki banyak kesamaan dan afinitas; lebih
dari itu ketiganya juga berbagi sejarah yang sama. Tetapi, tentu saja, masing-masing
agama Nabi Ibrahim tersebut unik dalam dirinya sendiri. Lagipula para penganut
ketiga agama itu ibarat kakak-adik, juga terlibat dalam persaingan,
kecemburuan, konflik dan bahkan perang.”[3]
Seyyed
Hossen Nasr seorang pemikir pluralis beraliran Syiah juga bersepakat dengan
gagasan ini, dalam bukunya Ideals and
Realities of Islam berargumen bahwa Nabi Ibrahim a.s adalah simbol bagi
agama-agama samawi. Ia merupakan titik penghubung antara agama Yahudi, Kristen
dan Islam. Sejarah agama-agama tersebut semuanya bermuara kepada Nabi Ibrahim
a.s, dan menyebutnya sebagai simbol agama monoteisme.[4]
Gagasan ini tentunya sangat perlu untuk ditinjau lebih
dalam, sebab term atau istilah ini telah dibawa dan dipopulerkan oleh kalangan
pluralis yang berusaha melakukan pendekatan agama-agama dengan tujuan
liberalisasi agama. Sebagai hasilnya adalah seperti yang terjadi di sebuah
perguruan tinggi Islam ternama di Yogyakarta. Komunitas yang biasanya menggunakan
lambang agama Bintang David, Salib dan Bulan Sabit yang melambangkan makna abrahamic faiths. Mereka merasa bebas
untuk berpindah-pindah pada ketiga agama ini, hari ini Yahudi, besok Islam dan
lusa Kristen, karena menganggap Islam, Yahudi dan Kristen sebagai satu kelompok
agama yang berasal dari Allah. [5]
Teori abrahamic faiths ini memberikan
titik sentral kepada Nabi Ibrahim as sebagai seorang yang digelari dengan bapak
para nabi, karena dari keturunannya melahirkan nabi-nabi.
Maka dengan dasar tersebut
mereka membangun teori abrahamic faiths
melalui dua asumsi, Pertama asumsi
historis (kesejarahan), bahwa agama Yahudi , Kristen dan Islam bermula dari
sosok Nabi Ibrahim. Karena, dari anak-anak Nabi Ibrahim inilah agama-agama
tersebut lahir. Nabi Ishak, anak Nabi Ibrahim menurunkan bani Israel. Dari
nabi-nabi keturunan bani Israel inilah melahirkan agama Yahudi dan Kristen.
Sedangkan agama Islam, dibawa oleh Nabi Muhammad jalur nasabnya bersambung
kepada anak Nabi Ibrahim yang bernama Nabi Isma’il.[6]
Kedua asumsi teologis, bahwa oknum Tuhan ketiga agama tersebut
adalah sama, meski terdapat perbedaan penyebutan nama Tuhannya. Tuhan Yahweh
(Tuhan agama Yahudi), Yesus (Kristen), dan Allah (Islam), adalah tuhan-tuhan
yang disembah oleh Nabi Ibrahim. Yang dianggap hanya sebagai perbedaan ijtihad
masing-masing dalam penyebutannya.[7]
Hanya Islam Millah
Ibrahim
Istilah millah bisa disamakan dengan din,
yakni ajaran yang diturunkan Allah kepada para nabi. Namun jika dianalisis
lebih dalam, dalam Al Qur`an atau di dalam teks-teks turats, kata millah tidak diidhafahkan atau disandarkan kecuali kepada para nabi, dan tidak
ada yang diidhafahkan kepada Allah.
Sedang kata diin biasanya diidhafahkan kepada Allah, juga kepada
seseorang. Yang menunjukkan pengertian diin
lebih luas dan dalam daripada millah.
Makna ini sesuai dengan konsep bahwa syari`at umat terdahulu akan selalu
disempurnakan oleh nabi setelahnya. Maka dalam konteks ini tepatlah bila Islam
disebut diin yang berarti agama,
sebab ia merupakan penyempurna bagi syari`at nabi-nabi sebelumnya dan berlaku
final, yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Sedang millah lebih cenderung berpengertian ajaran, ajaran Nabi Ibrahim
yang berisi Tauhid.[8]
“Dan siapakah yang lebih baik din nya daripada orang
yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan
kebaikan, dan ia mengikuti millah Ibrahim yang hanif.”(QS.4:125)
“Ibrahim bukanlah Yahudi dan Nasrani, tetapi dia
adalah seorang yang hanif dan Muslim, dan dia bukanlah orang musyrik.”(QS. 3:67)
Dalam pandangan Islam,
agama-agama yang diturunkan dan dibawa oleh utusan Allah, memiliki mata rantai
dan kesatuan substansi, sebagaimana yang disebutkan dalam Al Qur`an.
“Dia telah mensyariatkan kamu tentang
agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami
wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan
Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat
berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah
menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada
(agama) -Nya orang yang kembali (kepada-Nya).”(QS. Asy Syura: 13)
Dan sebagaimana
juga disebutkan dalam hadist Rasulullah Saw.
“Kami semua nabi-nabi, agama kami sama, aku orang
yang paling dekat kepada
putera Maryam, karena tidak ada satu pun nabi antara
aku dan dia.” (HR.Bukhari &
Muslim)
“Nabi-nabi adalah bersaudara, agama mereka satu
meskipun ibu-ibu mereka
berlainan.”
(HR. Bukhari & Muslim)
Demikian juga yang dikabarkan secara
lebih spesifik bahwa agama para nabi memiliki identitas dan misi yang serupa,
dan mereka adalah termasuk seorang yang patuh dan berserah diri (Muslim). Agama
nabi Nuh a.s (QS.Yunus 71-72). Agama Nabi Ibrahim a.s dan anak cucunya, Ismail,
Ishaq, Yakub (QS. Al Baqarah: 128, Al Baqarah: 131-133). Agama Nabi Yusuf a.s
(QS.Yusuf: 101). Agama Nabi Musa a.s (QS. Al A`raf: 126). Agama Nabi Sulaiman a.s
(QS. Al Naml: 44). Agama Nabi Isa dan Bani Israel (QS. Al Imran:52, QS.Al
Maidah:111). Agama Nabi Muhammad Saw (QS. Al An`am:14, QS. Al An`am:162-163).
Meskipun hanya agama Nabi Muhammad Saw
yang disebut secara langsung yaitu Islam (QS.3:19,85), nama Rabbnya adalah
Allah dan mereka adalah Muslim. Ibnu Tamiyyah dalam bukunya Al-Jawab al-Shahih li-man Badala Din
al-Masih menyebut agama para nabi sebelumnya sebagai Al-Islam al-Amm (Islam universal), karena memiliki esensi yang
sama dengan yang dibawa oleh Rasulullah Saw.[9] Atau dalam Al Qur`an disebutkan
sebagai agama Tauhid, din al-Fitrah atau din al-Qayyim. Sebab antara din
al-fitrah atau din al-Qayyim dengan agama Islam itu mengajarkan tiga hal pokok,
yaitu mengajak menyembah kepada Allah tanpa menyekutukannya, menegaskan
kebenaran yang telah diajarkan oleh para nabi terdahulu, serta menegaskan
kebenaran final ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.[10] Yang meskipun
memiliki perbedaan dalam masalah syari`at, namun kemudian disempurnakan oleh
agama Islam.
Bukan Millah
Ibrahim
Agama Yahudi dan Kristen yang dikatakan
sebagai agama pelanjut ajaran Nabi Ibrahim atau sebagai agama samawi adalah
tidak benar. Sebab nama agama Yahudi dan Kristen sendiri sebelumnya tidak
pernah dikenal dan tidak diberikan oleh nabi yang diklaim sebagai pembawanya
tersebut. Ia merupakan nama yang diberikan oleh pengamat keagamaan atau
manusia.[11] Kristen berasal dari nama Kristus (Yunani:Kristos), yang artinya
juru selamat (dalam bahasa Ibrani disebut sebagai Messiah), sedang “Nasrani”
menunjuk pada nama tempat, Nazareth.[12] Dan yang diakui oleh Michael H.Hart,
bahwa Paulus lah yang sesungguhnya mendirikan agama Kristen.[13] Demikian juga
Yahudi (Judaisme) yang baru abad ke 19 muncul sebagai istilah untuk menyebut
satu agama. Pilkington menceritakan dalam bukunya Judaism, bahwa pada tahun 1937 rabbi-rabbi di Amerika sepakat
mendefinisikan “Judaism is the historical religious experience of the jewish
people”. Bahwa agama Yahudi adalah
agama sejarah, penamaan dan ritualnya dibentuk oleh sejarah.[14]
Dalam aspek teologi atau ketuhanan.
Konsep Tauhid dalam Islam juga tidak bisa disepadankan dengan monoteisme dalam
Yahudi atau Kristen. Tauhid dalam Islam adalah keesaan hanya kepada Allah
dengan segala konsekuensinya. Tidak berarti jika menyembah satu itu disebut
tauhid. Jika orang menyembah Tuhan yang satu, tetapi `yang satu` itu adalah
Fir`aun, maka tidak bertauhid. Iblis pun tidak bertauhid dan kafir, karena
menolak tunduk kepada Allah, meskipun dia mengakui Allah sebagai satu-satunya
Tuhan, namun ingkar.
Yahudi mengalami problem dan masih berspekulasi
tentang Tuhan. Harold Bloom dalam bukunya Jesus
and Yahweh, mengatakan bahwa “nama Tuhan Israel yang tidak pernah bisa diketahui
bagaimana mengucapkannya”. Senada dengan D.L. Baker, Freedman, dan Abbas Mahmud al-Aqqad. [15] Simbol YHWH yang disebut Yahweh masih bersifat
dugaan, dan tidak diketahui secara pasti apakah itu nama Tuhan Nabi Musa atau
tidak. Sedang Ahmad Syalabi, pakar perbandingan agama, juga mengatakan bahwa
tradisi penyembahan agama Yahudi dipengaruhi oleh bangsa Kan’an, yaitu bangsa
yang dahulu mendiami wilayah Palestina.[16]
Doktrin teologi Kristen juga
sepanjang sejarah mengalami pergeseran dan perdebatan. Ia tidaklah tersusun
semasa Nabi Isa, tetapi beratus tahun sesudahnya pada Konsili Nicea tahun 325 M.
yang dideklarasikan oleh Kaisar Konstantine, serta menjadikan Roma sebagai
pusat resmi Christian ortdodoxy.[17] Yang
dikatakan Al Attas sebagai lambang permulaan westernisasi Kristen (pemindahan
Kristen dari pusatnya di Yerussalem ke Romawi) dan penyerapan unsur-unsur Barat
(sekularisasi).[18]. Sehingga memunculkan banyak reaksi dan kontroversi dalam
Kekristenan sendiri seperti yang diungkap Thomas Aquinas seorang pemikir
Kristen “Bahwa Tuhan adalah tiga dan satu hanya bisa dipahami dengan keyakinan,
dan tidaklah mungkin hal ini bisa dibuktikan secara demonstratif dengan akal”
Sebagai tanggapan bahwa konsep Trinitas yang dibagun tidak akan mungkin
dipahami secara rasional.[19] Kristen juga tidak mengenal nama Tuhan mereka,
dan menyebut Tuhannya sebagai “God” atau “Lord”, dan dapat berubah sesuai
dengan konteks terjemahnya.[20] Hal mendasar ini
pula yang melanda berbagai agama, sebagaimana Dr. C. Groenen Ofm, seorang
teolog Belanda menyebut, “seluruh permasalahan kristologi di dunia Barat
berasal dari kenyataan bahwa di dunia Barat, Tuhan menjadi satu problem.”[20]
Selain itu dalam historisnya, orang
Yahudi mengklaim Nabi Ibrahim merupakan bapak bagsa ibrani/ Israel yang
dijanjikan tanah oleh Tuhan di Negeri Kan`an, karena kejujurannya kepada Tuhan.
Dengan itu mereka melegitimasi kepemilikannya pada wilayah Palestina dan
sekitarnya. Mereka adalah keturunan Ibrahim dari jalur Ishak dan Ya`kub, yang
memiliki doktrin sebagai umat terpilih (The
Divine Chosennes), bangsa pilihan Tuhan yang berhak mewarisi tradisi Nabi
Ibrahim, dan bangsa-bangsa lain diciptakan untuk melayani bangsa Israel.
Sedangkan dalam doktrin kristen, Nabi Ibrahim a.s diposisikan sebagai kakek
tertinggi Yesus Kristus. Ia merupakan bapak seluruh umat Kristiani, karena
doktrin Kristen mengajarkan bahwa seluruh orang Kristen adalah `anak` Yesus
Kristus. Yang sulit dipahami adalah Yesus sebagai Tuhan orang Kristiani
memiliki garis keturunan dengan seorang manusia (Nabi Ibrahim a.s).[21] Karena
bagi orang Barat kebenaran itu, atau Tuhan itu sendiri, telah menjelma dalam
diri manusia, dalam waktu dan sejarah.[22] Sehingga saat ini mereka lebih
mengedepankan pemikiran manusia dalam menentukan berbagai halnya, sebagaimana
Yesus telah mengalami hidup di dunia.
Maka dipahami dari perbedaan
mendasar tersebut, dan ditelusuri dari banyaknya pertentangan yang disebutkan di
dalam Al Qur`an maupun dalam kitab dan sejarah mereka sendiri. Yahudi dan
Kristen bukanlah agama samawi, ia merupakan agama budaya, yang mengalami
perkembangan dan perubahan sesuai dengan konteks kebutuhan dan kepentingan pada
masanya. Dan tidaklah tepat jika Islam disejajarkan pada kelompok agama
tersebut dengan term abrahamic faith yang
bermakna jamak, atau ada banyak agama Ibrahim. Padahal millah Ibrahim hanya
satu, yaitu agama Tauhid, oleh karenanya hanyalah Islam pelanjut millah Ibrahim
dan millah nabi-nabi sebelumnya.(Galih)
Daftar Pustaka
[1] Kholili Hasib, Kritik
Atas Konsep Abrahamic Faiths dalam Sudi Agama (Ponorogo:CIOS,2010) Hal.1
[2] Adian Husaini,
Membendung Arus Liberalisme di Indonesia (Jakarta:Al Kautsar,2009) Hal.295
[3] Ibid Hal.296
[4] Kholili Hasib,
Konsep Abrahamic Faiths dalam Pemikiran Seyyed Hossein Nasr, Jurnal Islamia,
2012 Vol.VI Hal.58
[5] Kholili Hasib,
Kritik Atas Konsep Abrahamic Faiths dalam Sudi Agama (Ponorogo:CIOS,2010) Hal.x
[6] Kholili Hasib, Kritik
Atas Konsep Abrahamic Faiths dalam Sudi Agama (Ponorogo:CIOS,2010) Hal.x
[7] Kholili Hasib, Kritik Atas
Konsep Abrahamic Faiths dalam Sudi Agama (Ponorogo:CIOS,2010) Hal.xi
[8] Kholili Hasib, Kritik
Atas Konsep Abrahamic Faiths dalam Sudi Agama (Ponorogo:CIOS,2010) Hal.8-9
[9] Anis Malik Toha, Konsep Nabi dan Wahyu dalam Islam, Makalah Kuliah
Peradaban, 2007, Hal.10
[10] Kholili Hasib, Rancunya Wacana Agama Samawi
[11] Adian Husaini, Islam Agama Wahyu (Jakarta:INSISTS, 2011) Hal. 59
[12] Adian Husaini,
Membendung Arus Liberalisme di Indonesia (Jakarta:Al Kautsar,2009) Hal.133
[13] Kholili Hasib, Kritik
Atas Konsep Abrahamic Faiths dalam Sudi Agama (Ponorogo:CIOS,2010) Hal.15
[14] Adian Husaini,
Membendung Arus Liberalisme di Indonesia (Jakarta:Al Kautsar,2009) Hal.133
[15] Adian Husaini, Islam Agama Wahyu (Jakarta:INSISTS, 2011) Hal.21
[16] Kholili Hasib, Rancunya Wacana Agama Samawi
[17] Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat (Jakarta:GIP, 2008) Hal.49
[18]. Syed Muhammad
Naquib al-Attas,Islam dan Sekularisme terj. Khalif Muammar,
(Bandung : PIMPIN, 2010),
hal.24
[19] Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat (Jakarta:GIP, 2008) Hal.49
[20] Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat (Jakarta:GIP, 2008) Hal.46
[21] Kholili Hasib, Konsep
Abrahamic Faiths dalam Pemikiran Seyyed Hossein Nasr, Jurnal Islamia, 2012
Vol.VI Hal.5-7
[22] Syed Muhammad Naquib al-Attas,Islam dan
Sekularisme terj. Khalif Muammar, (Bandung : PIMPIN, 2010), hal.24
0 komentar:
Post a Comment